Club Cooee

Senin, 26 September 2011

Peluang Berhasilnya Sistem Ekonomi Barat Di Dunia Islam

Sekarang, mari kita lihat sejauh mana kedua sistem ini dapat membantu dalam memerangi keterbelakangan dunia Islam. Kita kesampingkan dahulu isi intelektual dan agamanya, hal ini untuk menilai kemampuannya dalam memajukan ekonomi, dan kaitan yang perlu dipertimbangkan adalah karakteristik psikologis dan historis dunia Islam.

Tak ada sistem ekonomi, baik itu kapitalis maupun sosialis, yang dapat diharapkan berhasil jika sistem itu tidak selaras dengan latar belakang historis dan aspirasi-aspirasi rakyat di mana sistem itu diterapkan.

Dalam mengadakan studi perbandingan atas berbagai sistem ekonomi dan menilai peluang keberhasilannya di dunia Islam, fakta mendasar yang harus selalu diingat adalah penempatan para pejabat pemerintahan saja tidaklah cukup menjamin pembangunan ekonomi. Perjuangan melawan keterbelakangan hanya dapat berhasil melalui kerja sama secara aktif dan dukungan seluruh rakyat.

Kesadaran dan semangat dalam masyarakat menunjukkan kemajuan batin dan kemauannya untuk maju. Tanpa perkembangan demikian, tak mungkin berhasil melaksanakan rencana-rencana ekonomi. Dan oleh sebab itu kemajuan material dan spiritual kaum Muslimin harus selaras. Bahkan pengalaman Eropa modern membuktikan kebenaran sejarah ini. Kedua sistem ekonomi itu membawa kemajuan material bangsa Eropa yang menakjubkan selaras dengan aspirasi dan sikap mereka.

Oleh karena itu, bila kita hendak memilih suatu sistem untuk kemajuan ekonomi dunia Islam, kita harus memperhitungkan perasaan-perasaan dan kecenderungan mental kaum muslimin maupun sejarah dan permasalahan khusus mereka. Dan harus memilih satu sistem yang dapat merangsang dan mendorong mereka mengerahkan seluruh energi mereka untuk memerangi keterbelakangan.

Banyak ahli ekonomi yang berurusan dengan ekonomi negara-negara terbelakang telah melakukan kesalahan besar dengan menganjurkan sistem Barat bagi perkembangan ekonominya, tanpa mempertimbangkan apakah sistem itu cocok dengan karakteristik negara-negara itu atau tidak.

Misalnya, kaum Muslimin telah mengembangkan perasaan-perasaan khusus terhadap penjajahan, yang terbentuk sebagai akibat sejarah mereka yang pahit dan perjuangan kemerdekaannya. Karena alasan ini, mereka melihat setiap gagasan Barat dengan curiga dan khawatir terhadap setiap sistem yang membawa kemerosotan keadaan sosial dan ekonomi dari negara-negara jajahan itu.

Singkatnya, kaum Muslimin secara keseluruhan menjadi peka terhadap setiap sistem Barat, sehingga suatu sistem Barat yang sehat sekalipun, yang bebas dari segala noda kolonial, tak dapat menggugah mereka menerimanya untuk memerangi keterbelakangan mereka.

Karena pemerintahan kolonial telah membuat sikap mental muslimin sedemikian rupa, mereka hendak menjaga jarak dari setiap doktrin atau sistem yang bertalian dengan kolonialisme. Mereka bermaksud membangun kebangkitan kembali kehidupan sosial mereka atas dasar sistem yang berkaitan dengan kekuatan-kekuatan kolonial.

Itulah sebabnya, negara-negara Islam tertentu, untuk mempertahankan agar doktrin politik mereka berbeda dari cara berpikir kolonial, menganut nasionalisme sebagai filsafat, dan menjadikannya sebagai dasar dalam pengaturan sosial yang alamiah. Mereka lupa bahwa makna nasionalisme tidak lebih dari ikatan sejarah dan kultur. Nasionalisme bukanlah falsafah yang memiliki prinsip-prinsip dan hukum-hukum, tidak pula mempunyai dasar. Menurut wataknya, nasionalisme netral terhadap semua falsafah, pemikiran sosial dan akidah religius. la membutuhkan pokok pandangan yang tepat untuk ditafsirkan sesuai dengan falsafah yang tegas untuk membentuk basis organisasi kultural dan sosialnya. Nampaknya banyak gerakan nasionalis yang menyadari bahwa nasionalisme adalah suatu cara berpikir yang meliputi segala dan tanpa bentuk yang memerlukan falsafah dan sistem sosial, untuk memberikannya bentuk yang tegas. Itulah sebabnya maka mereka memberikan sesuatu bentuk kepada nasionalismenya dan sekaligus untuk menjaga supaya tetap berbeda dengan sistem Barat, mereka memberikan warna nasionalis kepada salah satu sistem sosial asing.

Demikian itulah, misalnya, sosialisme Arab. Bangsabangsa Arab sadar bahwa nasionalisme sendiri tidaklah cukup. Nasionalisme tidak sempuma dengan sendirinya, dan memerlukan suatu sistem. Oleh karena itu, mereka memproklamasikan sosialisme sebagai sistem dalam kerangka Arabisme atau Nasionalisme Arab.

Dalam hal ini, mereka mencoba menarik perhatian orang-orang yang merasa antipati terhadap setiap filsafat atau doktrin yang berlabel Barat dan pada saat yang sama dengan menggabungkan sosialisme dan Arabisme. Mereka benisaha menutupi realitas kolonial yang jelas dalam aspek historis dan intelektual sosialisme. Namun, usaha-usaha semacam itu merupakan kamuflase tipis yang dapat mengelabui kaum Muslimin. Itu hanya suatu usaha penyamaran dan permuliaan sistem Barat. Lapisan tipis dalam Arabisme sama sekali tidak mengubah posisi. la tak mengubah dasar organisasi sosialisme. Arabisme hanya berarti berbahasa yang sama, kultur yang sama, persamaan darah atau ras. Tidak dapat diharapkan secara layak untuk mengubah filsafat organisasional. Satu-satunya efek yang dapat dimengerti dari usaha memperkenalkan bagian sosialisme, yang bertentangan dengan selera tradisional arab, seperti kecenderungan-kecenderungan rohani dan keimanan kepada Allah, tidak dapat diharapkan akan berubah dalam semalam suntuk.

Jadi, kesucian Nasionalisme Arab tidak merangsang semangat baru kepada sosialisme dan tidak membuatnya menjadi doktrin yang berbeda dari yang ada di negara-negara lain. Label Arabisme hanyalah berarti harapan-harapan tertentu yang bersifat sementara. Pengecualian-pengecualian tak dapat mengubah sifat dan isi suatu doktrin. Para pembela Sosialisme Arab tak dapat menunjukkan sesuatu perbedaan material antara Sosialisme Arab dan Sosialisme Iran yang dipasang dalam kerangka tertentu.

Nyatanya, wataknya tidak berubah dengan perubahan kerangkanya, yang hanya menunjukkan pengecualian-pengecualian tertentu dan tidak merupakan suatu perbedaan watak yang mendasar. Bagaimanapun juga, setiap bangsa memiliki sesuatu tradisi dan karakteristiknya sendiri.

Meskipun tokoh-tokoh Sosialisme Arab tidak sanggup memberikan suatu makna barn kepada sosialisme dengan tindakan-tindakannya, mereka telah menyoroti kenyataan bahwa karena perasaan-perasaan antikolonialnya, kebangkitan umat Islam hanya mungkin atas dasar suatu sistem yang tidak berkaitan dengan negara-negara penjajah.

Dari sudut pandang seorang Muslim, semua sistem ekonomi Barat, apapun bentuknya, erat hubungannya dengan kolonialis-kolonialis Barat. Hanya sistem Islam yang berakar mendalam pada sejarah Islam dan merupakan simbol kemuliaan Islam yang bebas dari pengaruh kolonial.

Kaum Muslimin menyadari fakta bahwa hanya Islam sajalah yang mengukuhkan indentitas sejarah mereka dan yang merupakan kunci menuju martabat dan kemuliaannya yang hilang. Kesadaran ini sendiri dapat merupakan faktor besar dalam keberhasilannya memerangi keterbelakangan. Jika mereka mengambil sistem Islam serta bergerak maju menuruti garis-garis yang telah ditentukannya, mereka pasti berhasil mencapai hasil yang menakjubkan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

footer widget