Club Cooee

Jumat, 30 September 2011

Anak Gemuk Belum Tentu Sehat


Waspadai Obesitas pada Anak

Anak gemuk terlihat lucu dan menggemaskan. Tapi jangan salah! Anak gemuk belum tentu sehat. Dari sisi medis anak-anak dengan kelebihan berat badan (overweight) apalagi sampai kegemukan (obesitas) harus diwaspadai.

Di usianya baru 4 tahun, namun berat tubuhnya telah mencapai 40 Kg. Tak heran jika kakinya saling berhimpitan sehingga jalannya sangat lamban. Untungnya Dia tak minder dalam bergaul, bahkan tahun ini ia sudah dimasukkan sekolah taman kanak-kanak. Lucunya diawal masuk sekolah ia punya semangat berapi-api karena di TK bisa bermain sekaligus belajar. Tapi belakangan ini ia begitu enggan sekolah, bahkan setiap pagi saya harus mendengar suara tangisnya yang memekikkan telinga lantaran Dia tidak mau sekolah. Ternyata setelah sang ibu cari tahu sebab musabab, Dia malas bersekolah karena di sekolah acapkali Dia di ejek teman-temannya ” Dia gendut.. Dia gendut si Jago makan.” Prihatin bukan? Lalu apa penyebab dari obesitas itu? Apakah pola makan yang salah?

Melihat pertumbuhan anak-anak di tanah air sungguh memprihatinkan. Betapa tidak! Di sisi lain di daerah-daerah terpencil justru sejumlah anak terkena busung lapar, namun justru di kota-kota besar anak-anak mengalami obesitas. Memang masalah gizi di Indonesia adalah gizi ganda, di mana di lain pihak justru anak-anak kurang gizi tapi di kota besar malah sebaliknya. Masalah gizi anak memang patut menjadi perhatian khusus bagi para orang tua, pemerintah maupun masyarakat. Karena anak-anak adalah generasi penerus yang harus di perhatikan tumbuh kembangnya. Sungguh prihatin melihat anak-anak kurang gizi, busung lapar bahkan banyak anak meninggal karena busung lapar. Di pihak lain juga banyak anak obesitas justru sedang diancam berbagai penyakit yang mengenaskan, seperti jantung, diabetes dan gangguan saluran pernapasan.

Saat ini masih banyak anggapan di masyarakat bahwa anak yang gemuk adalah anak yang sehat. Seringkali ibu-ibu merasa bangga kalau anaknya sangat gemuk, mereka merasa kecewa jika melihat anaknya kurus, tidak segemuk anak tetangga. Kalau saja orang tua mau memantau berat badan dan tinggi badan anaknya secara teratur dan ternyata sudah ideal antara berat badan dan tinggi badan, anak tersebut berada dalam batas yang normal dan sehat. Memang banyak orang tua bangga dan senang jika buah hatinya gemuk, tapi jangan dulu bangga ! Sebab kegemukan pada anak bisa memicu penyakit terutama jantung, diabetes, fungsi paru, peningkatan kadar kolesterol, gangguan ortopedik (kaki pengkar) sampai rentan terhadap kelainan kulit.

Menurut dokter. anak RS Permata Cibubur, dr. Adji Suranto. Spa, obesitas merupakan suatu penyakit, yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal. Tetapi tidak semua orang yang mempunyai berat badan lebih disebut obesitas. Jadi untuk mengatakan seorang anak mengalami obesitas di samping gejala klinis harus juga didukung oleh pemeriksaan antropometri (fisik) yang jauh di atas normal. Pemeriksaan fisik tersebut, antara lain berat badan terhadap tinggi badan, berat badan terhadap umur dan tebalnya lipatan kulit dan paling sedikit perbandingannya 10 % di atas nilai normal. Selain obesitas kita mengenal juga istilah overweight.

Overweight ialah kelebihan berat badan dibandingkan dengan berat ideal. Ini bisa terjadi karena penimbunan jaringan lemak atau nonlemak. Pada anak bisa overweight karena lemak tapi belum obesitas. Di atas obesitas ada lagi yang namanya hiperobes. Obesitas disebabkan dua faktor. Pertama, faktor hormonal, biasanya kalau dikeluarganya ada yang obesitas, si anak ada kecenderungan obesitas tapi itu kecil sekali. Faktor kedua, yaitu faktor idiopatik yang tidak diketahui penyebabnya. Itu perlu diperhatikan dulu adanya gangguan hormonal maupun non- hormonal. “Anak bisa dikatakan obesitas jika usianya sudah 2 tahun, tapi harus diteliti dulu, apakah anak obesitas atau bukan, di lihat dari pengukuran antrometri,” ungkap dr. Adji. Untuk itu perlu memeriksa berat badan anak secara rutin. Cara sederhana yang bisa dilakukan adalah memeriksa lingkar pinggang tepat di bawah titik tulang pinggul. Cara lain, dengan mengetahui lewat indeks massa tubuh (1MT), yakni berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat.

Secara klinis, obesitas mudah dikenali karena mempunyai tanda dan gejala yang khas, antara lain wajah membulat, pipi tembem, dagu rangkap, leher relatif pendek, dada yang menggembung dengan payudara yang membesar mengandung jaringan lemak. Perut membuncit dan dinding perut berlipat-lipat serta kedua tungkai umumnya berbentuk X dengan kedua pangkal paha bagian dalam saling menempel dan menyebabkan lecet. Pada anak laki penis tampak kecil karena terkubur dalam jaringan lemak suprapubik. Hal ini seringkali menyebabkan orang tua menjadi sangat khawatir dan segera membawanya ke dokter. Obesitas mempunyai dampak terhadap tumbuh kembang anak dan berpotensi mengalami berbagai penyebab sakit dan kematian, antara lain penyakit kardiovaskuler, dilipidemia, hipertensi.

Jika anak diketahui mengidap obesitas, barulah dimulai dengan terapinya. Untuk itu, perlu koordinasi antara si anak dengan orang tuanya. Juga lingkungan harus mendukung agar si anak tidak tersiksa. Perlu olahraga supaya metabolisme dan pembakaran meningkat. Dietnya juga polanya harus berubah, lebih banyak serat, lemak dikurangi tapi proteinnya jangan dikurangi. “Kebiasaan makan cemilan, seperti cokelat, es krim, kandungan karbohidrat monosakaridanya tinggi. Sebab jika gula masuk dalam tubuh disimpan dalam sel-sel dalam cadangan karbohidrat bisa juga disimpan dalam bentuk lemak,” ungkap dokter spesialis anak lulusan fakultas kedokteran UI.

Menurut dr Adji untuk terapi obesitas dalam tata laksananya diperlukan kerja sama yang bagus antara si anak dan orang tuanya, juga lingkungannya. Untuk itu harus ada keseimbangan antara input yang dimakan anak dan output energi yang dikeluarkan. Harus diatur pula makan supaya tidak berlebihan. Jadi, tidak timbul cadangan lemaknya. Dr Adji melihat kecenderungan obesitas pada anak-anak di kota besar karena live style. Anak-anak kurang beraktivitas di luar rumah, seperti bermain di taman atau main layangan di halaman rumah. Saat ini anak-anak lebih senang bermain play station di rumah sambil ngemil cokelat, es krim, dan makanan berlemak. Ditambah lagi dengan banyaknya iklan-iklan fast food dan produk makanan olahan yang membuat pola makannya kurang sehat. Justru makanan yang enak-enak pasti banyak kandungan lemaknya Untuk itu dr Adji menyarankan, sebaiknya dicegah sebelum si anak terkena obesitas dengan pola makan yang baik sehingga gizinya seimbang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

footer widget