Club Cooee

Selasa, 31 Januari 2012

Antara Ayah, Anak dan Burung Gagak

Pada suatu petang seorang tua bersama anak mudanya yang baru menamatkan pendidikan tinggi duduk berbincang-bincang di halaman sambil memperhatikan suasana di sekitar mereka. Tiba-tiba seekor burung gagak hinggap di ranting pokok berhampiran. Si ayah lalu menuding jari ke arah gagak sambil bertanya,

“Nak, apakah benda itu?”

“Burung gagak”, jawab si anak.

Si ayah mengangguk-angguk, namun sejurus kemudian sekali lagi mengulangi pertanyaan yang sama. Si anak menyangka ayahnya kurang mendengar jawabannya tadi, lalu menjawab dengan sedikit kuat, “Itu burung gagak, Ayah!”

Tetapi sejurus kemudian si ayah bertanya lagi pertanyaan yang sama. Si anak merasa agak keliru dan sedikit bingung dengan pertanyaan yang sama diulang-ulang, lalu menjawab dengan lebih kuat, “BURUNG GAGAK!!” Si ayah terdiam seketika.

Namun tidak lama kemudian sekali lagi sang ayah mengajukan pertanyaan yang serupa hingga membuat si anak hilang kesabaran dan menjawab dengan nada yang kesal kepada si ayah,

“Itu gagak, Ayah.”

Tetapi agak mengejutkan si anak, karena si ayah sekali lagi membuka mulut hanya untuk bertanya hal yang sama. Dan kali ini si anak benar-benar hilang sabar dan menjadi marah.

“Ayah!!! Saya tak tahu Ayah paham atau tidak. Tapi sudah 5 kali Ayah bertanya soal hal tersebut dan saya sudah juga memberikan jawabannya. Apa lagi yang Ayah mau saya katakan????

Itu burung gagak, burung gagak, Ayah…..”, kata si anak dengan nada yang begitu marah. Si ayah lalu bangun menuju ke dalam rumah meninggalkan si anak yang kebingungan. Sesaat kemudian si ayah keluar lagi dengan sesuatu di tangannya. Dia mengulurkan benda itu kepada anaknya yang masih geram dan bertanya-tanya. Diperlihatkannya sebuah diary lama. “Coba kau baca apa yang pernah Ayah tulis di dalam diary ini,” pinta si Ayah.



Si anak setuju dan membaca paragraf yang berikut. “Hari ini aku di halaman melayani anakku yang genap berumur lima tahun. Tiba-tiba seekor gagak hinggap di pohon berhampiran. Anakku terus menunjuk ke arah gagak dan bertanya,

“Ayah, apa itu?”

Dan aku menjawab,

“Burung gagak.”

Walau bagaimana pun, anakku terus bertanya soal yang serupa dan setiap kali aku menjawab dengan jawaban yang sama. Sehingga 25 kali anakku bertanya demikian, dan demi rasa cinta dan sayangku, aku terus menjawab untuk memenuhi perasaan ingin tahunya.

“Aku berharap hal ini menjadi suatu pendidikan yang berharga untuk anakku kelak.”

Setelah selesai membaca paragraf tersebut si anak mengangkat muka memandang wajah si Ayah yang kelihatan sayu. Si Ayah dengan perlahan bersuara,

“Hari ini Ayah baru bertanya kepadamu soal yang sama sebanyak 5 kali, dan kau

telah hilang kesabaran serta marah.”

Lalu si anak seketika itu juga menangis dan bersimpuh di kedua kaki ayahnya memohon ampun atas apa yg telah ia perbuat.

PESAN:

Jagalah hati dan perasaan kedua orang tuamu, hormatilah mereka. Sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangimu di waktu kecil. Kita sudah banyak mempelajari tuntunan Islam apalagi berkenaan dengan berbakti kepada kedua orangtua.Tapi berapa banyak yang sudah dimengerti oleh kita apalagi

diamalkan???

Ingat! ingat! Banyak ilmu bukanlah kunci masuk syurganya Allah.

biarlah bambu bercerita

Sebatang bambu yang indah tumbuh di halaman rumah seorang petani. Batang bambu ini tumbuh tinggi menjulang di antara batang-batang bambu lainnya. Suatu hari datanglah sang petani yang empunya pohon bambu itu.

Dia berkata kepada batang bambu, “Wahai bambu, maukah engkau kupakai untuk menjadi pipa saluran air, yang sangat berguna untuk mengairi sawahku?”

Batang bambu menjawabnya, “Oh tentu aku mau bila dapat berguna bagi engkau, Tuan. Tapi ceritakan apa yang akan kau lakukan untuk membuatku menjadi pipa saluran air itu.”

Sang petani menjawab, “Pertama, aku akan menebangmu untuk memisahkan engkau dari rumpunmu yang indah itu. Lalu aku akan membuang cabang-cabangmu yang dapat melukai orang yang memegangmu. Setelah itu aku akan membelah-belah engkau sesuai dengan keperluanku. Terakhir aku akan membuang sekat-sekat yang ada di dalam batangmu, supaya air dapat mengalir dengan lancar. Apabila aku sudah selesai dengan pekerjaanku, engkau akan menjadi pipa yang akan mengalirkan air untuk mengairi sawahku sehingga padi yang kutanam dapat tumbuh dengan subur.”

Mendengar hal ini, batang bambu lama terdiam…, kemudian dia berkata kepada petani, “Tuan, tentu aku akan merasa sangat sakit ketika engkau menebangku. Juga pasti akan sakit ketika engkau membuang cabang-cabangku, bahkan lebih sakit lagi ketika engkau membelah-belah batangku yang indah ini, dan pasti tak tertahankan ketika engkau mengorek-ngorek bagian dalam tubuhku untuk membuang sekat-sekat penghalang itu. Apakah aku akan kuat melalui semua proses itu, Tuan?”

Petani menjawab batang bambu itu, “Wahai bambu, engkau pasti kuat melalui semua itu, karena aku memilihmu justru karena engkau yang paling kuat dari semua batang pada rumpun ini. Jadi tenanglah.”

Akhirnya batang bambu itu menyerah, “Baiklah, Tuan. Aku ingin sekali berguna bagimu. Ini aku, tebanglah aku, perbuatlah sesuai dengan yang kau kehendaki.”

Setelah petani selesai dengan pekerjaannya, batang bambu indah yang dulu hanya menjadi penghias halaman rumah petani, kini telah berubah menjadi pipa saluran air yang mengairi sawahnya sehingga padi dapat tumbuh dengan subur dan berbuah banyak.

***

Pernahkah kita berpikir bahwa dengan masalah yang datang silih berganti tak habis-habisnya, mungkin Allah sedang memproses kita untuk menjadi indah di hadapan-Nya? Sama seperti batang bambu itu, kita sedang ditempa, Allah sedang membuat kita menjadi manusia yang berguna. Dia sedang membuang kesombongan dan segala sifat kita yang tak berkenan bagi-Nya. Tapi jangan kuatir, kita pasti kuat karena Allah tak akan memberikan beban yang tak mampu kita pikul. Jadi maukah kita berserah pada kehendak Allah, membiarkan Dia bebas berkarya di dalam diri kita untuk menjadikan kita alat yang berguna bagi-Nya?

Seperti batang bambu itu, mari kita berkata, “Ini hamba-Mu ya Allah, perbuatlah sesuai dengan yang Kau kehendaki. Hamba siap menjalaninya.”

Senin, 30 Januari 2012

Kisah Wortel, Telur, dan Kopi

Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang. Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul masalah baru.

Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya di atas api.

Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah. Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api.

Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya.

Lalu ia bertanya kepada anaknya, “Apa yang kau lihat, nak?”"Wortel, telur, dan kopi” jawab si anak. Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras.

Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas. Setelah itu, si anak bertanya, “Apa arti semua ini, Ayah?”

Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi ‘kesulitan’ yang sama, melalui proses perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda.

Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, wortel menjadi lembut dan lunak. Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras. Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut.

“Kamu termasuk yang mana?,” tanya ayahnya. “Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi?” Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu.”

“Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kematian, patah hati, perceraian atau pemecatan maka hatimu menjadi keras dan kaku. Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah kamu menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku?.”

“Ataukah kamu adalah bubuk kopi? Bubuk kopi merubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat Celcius. Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat.”

“Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik.”

“Ada raksasa dalam setiap orang dan tidak ada sesuatupun yang mampu menahan raksasa itu kecuali raksasa itu menahan dirinya sendiri”

Rabu, 25 Januari 2012

TAK BERSUARA

Pada hari minggu saya dan keluarga berlibur ke rumah nenekku di desa. Kami berangkat pukul 9.00 pagi. Kami berangkat dengan menggunakan mobil pamanku. Mamahku telah mempersiapkan semuanya dari pakaian sampai bekal untuk diperjalanan. Di jalan kami sangat senang, kami melihat pemandangan yanga sangat indah. Ada hutan pinus, ada petani yang sedang menggarap sawahnya, dan ada satu pemandangan yang sangat menyentuh hati.

Ada anak kecil yang sedang mencari kayu bakar di pinggir hutan dengan menggunakan sepeda kecilnya. Dengan semangatnya dia mengumpulkan ranting -ranting kayu yang telah jatuh dari pohonya. Seperti tidak pernah merasa terbebani dengan pekerjaanya itu.

Tepat di sebelah sepedanya tiba- tiba mobil kami macet, maka kami semua turun dari mobil. Kami mencari tempat yang nyaman untuk bersinggah sementara papahku memperbaiki mobilnya. Aku menghampiri anak yang sedang mencari ranting-ranting kayu itu. Betapa terjejutnya aku saat ku menyapanya tak terdengar satu patah katapun dari mulutnya. Dia hanya tersenyum dan menunjuk ke arah sepedanya sebagai isyarat dia ingin aku mengikutinya kearah sepedanya. Dia menunjuk ke arah pegunungan yang jalanya sepi namun sangat indah. Tiba –tiba dia menarik tanganku dan memaksaku memboncengnya. Tanpa kata lagi ku turuti kemauanya. Ternyata dia ingin mengajaku jalan-jalan melihat pemandangan yang indah di seberang bukit. Menakjubkan!??

Tak lama kemudian aku tersadar bahwa anak yang bersamaku ini tidak bisa berbicara. Dengan bahasa isyaratnya yang sangat sederhana aku bisa menangkap maksudnya. Dia memberiku sebuah singkong goreng yang dia ambil dari tas kecil yang terbuat dari kain. kami makan singkong itu dengan lahap. Betapa tersentuhnya aku melihat anak perempuan kecil yang tidak bisa berbicara dengan rajinya membantu orang tuanya mengumpulkan ranting-ranting kayu. Entah untuk apa ranting-ranting itu karena aku tak berani menanyakanya. Ketika singkong itu sudah habis dia menarik tanganku kembali dan memboncengkanku kembali menuju tempat di mana orang tuaku berkumpul tadi. Sambil menundukkan kepalanya sebagai isyarat penghormatan kepada orang tuaku dia membalikan sepedanya dan mengangkat ranting-ranting itu ke sepedanya . tanpa pikir panjang lagi akupun membantunya. Dan dia pun tersenyum sambil melambaikan tanganya kepadaku dan orang tuaku.

Papah telah selesai memperbaiki mobilnya dan kita meninggalkan tempat itu. Di dalam mobil ku ceritakan apa yang aku lakukan dengan gadis kecil itu dan ternyata orang tuaku telah mengetahui bahwa gadis itu tidak bisa berbicara.

Setelah apa yang aku lihat dan yang aku alami aku mendapatkan hikmah yang luar biasa. Aku jadi lebih bersyukur dengan apa yang aku punya saat ini. Dan membukakan mata hatiku ternyata masih banyak anak- anak di luar sana yang kurang beruntung dan membutuhkan pertolongan. Setelah peristiwa itu aku meminta orang tuaku untuk memberikan bantuan di desa nenekku. Dan sesampainya di rumah nenekku aku mengajak anak-anak kecil untuk makan bersama kami dan memberikan beberapa santunan agar anak-anak itu bisa hidup selayaknya anak-anak.


Kamis, 19 Januari 2012

NASIHAT BUNDA

Malam begini aku masih termenung sendiri di ujung kamar. Terbayang dengan semua yang telah terjadi hari ini dan hari yang telah kulewati sebelumnya. Semua sungguh membuatku frustasi. Yaa…hari ini aku baru saja putus cinta. Dengan terpaksa aku harus melepas dirinya.

Dialah Aga. Salah satu seniorku di fakultas kedokteran. Aku memang mahasiswa baru tahun ini. Aga adalah seniorku yang berbeda 1 tahun. Beruntung sekali aku bisa menembus fakultas kedokteran yang memang selama ini aku impikan. Tapi masalah yang baru saja menimpaku seperti telah merenggut semua kebahagiaanku dan keberuntunganku itu.

Tak terasa air mata menetes deras di kedua pipiku. Aku menangis karena aku teringat akan semua kenangan-kenangan yang telah kulalui bersama Aga. Aga yang aku sayangi, Aga yang aku cintai kini telah membuatku patah hati dengan keputusannya untuk mengakhiri hubungan kami yang sudah berjalan hampir 1 tahun ini. Padahal selama ini aku selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik untuknya.

“Tok..tok..tok. Mbak Cit, dipanggil bunda suruh makan”. Pembantu di rumahku mbak Sri telah membuyarkan lamunanku.
“Iya mbak. Sebentar !”aku menjawabnya.
Dengan segera kuseka air mataku yang telah menetes itu agar bunda tidak bertanya-tanya. Namun usaha yang telah aku coba ternyata sia-sia. Mataku membengkak besar. Membentuk garis hitam di bawah mata. Akhirnya tak kuhiraukan apa yang terjadi dengan mataku ini. Toh Bunda sebenarnya juga sudah mengetahui ini semua.

Aku menuruni anak tangga dengan lesu. Bunda yang sedari tadi sudah menunggu di meja makan melihatku seperti merasa prihatin dengan keadaanku hari ini.

“Nduk, makan dulu gitu lo. Jangan nangis ae. Kalo liat kamu gini bunda ya jadi ikut sedih to” kata Bunda ketika aku sudah sampai di tepi meja makan.
“Iya Bun. Ini juga mau makan” kataku pada Bunda seraya mencoba sedikit tersenyum.

Acara makan itu pun selesai. Dan aku sesegera mungkin kembali ke kamar mencoba menenangkan hati. Porsi makanku hari ini berbeda dari hari biasanya. Aku hanya makan 7 sendok saja. Itupun sudah membuat aku kenyang. Bunda hanya menggelengkan kepala melihatku.

Di kamar pikiranku semakin kacau. Kuputuskan saja untuk tidur sejenak. Barangkali setelah bangun tidur pikiranku ini sedikit lebih tenang. Aku pun tertidur pulas hingga tengah malam. Dan saat aku bangun aku seperti orang yang hilang pikiran. Aku hanya menatap langit-langit kamar dan pikiranku masih terbayang dengan Aga. Tak terasa air mataku menetes lagi. Aku tak kuasa untuk menahannya hingga akhirnya pagi pun menjelang.

Bunda membuka pintu kamarku untuk membangunkanku. Aku pun terbangun dan aku tak bisa menyembunyikan lagi apa yang terjadi denganku tadi malam. Mataku benar-benar terlihat membengkak sekali.
“nduk kamu habis nangis lagi ya ?” tanya Bunda.
“hah ? oooh .. mmm..” aku mencoba untuk menutupi semuanya dari Bunda. Aku bingung harus menjawab apa. Aku tidak mau membuat bunda jadi terus kepikiran karenaku.

“wes to nduuuk. Nggak usah bohongin Bunda. Bunda tau kok kalo kamu semaleman pasti nangis. Tuh keliatan kantung matanya.” kata Bunda.

“Ih… Bunda sok tau ah. Hehehe”

“Sama orangtua nggak boleh bohong. Hayo kemarin pasti kamu nangis lagi ya ? Jujur aja. Hehehe”. Bunda tetap saja yakin jika aku nangis lagi semalaman. Walaupun aku mencoba untuk menutupi tapi tetap saja tidak bisa. Aku pun akhirnya mengakui.

“iya nih Bun.” Aku berkata sambil mengucek-ngucek mataku.

“Naah kan. Bunda nggak bisa dibohongin. Dikira bunda nggak pernah apa ngerasain kayak kamu ?! Bunda juga pernah muda kali cit ! Hehehe. Oh iya cit, nanti mau ikut Bunda nggak ?”

“Kemana bun ??”

“Yaaa… pokoknya ntar ikut bunda aja deh. Kamu pasti bakalan ngerasain hal yang beda dari sekarang. Hehehe.”

“Aduuuh.. Mau kemana sih Bun ?? Bikin penasaran aja deh. Uh !”

“Yaa liat aja ntar cit. Yaudah kamu mau apa nggak ikut Bunda ?”

“Mmm… Gimana ya Bun ?! Yaudah deh ikut aja. Daripada mati penasaran anakmu ini. Hahaha”

“Huuss ! Nggak boleh ngomong gitu nduk.”

“Eh iya Bun. Hehehe”

“Yaudah cepetan siap-siap. Lebih cepat lebih baik. Kayak katanya pak Jusuf Kalla. Hehehe”. Bunda sedikit memberikan lelucon kepadaku. Mungkin biar aku sedikit bisa melupakan masalah ini kali ya.

“Oke bunda sayaaaang !”

***

“Bun, sebenarnya ini mau kemana sih ?! Daritadi Cuma muter-muter doank. Keburu penasaran niih !”

“Sabar dikit kenapa sih nak. Bentar lagi juga mau nyampe kok.”

Aku sedikit sebal sama Bunda. Hampir satu jam lamanya kami berada di mobil dan kami masih saja belum sampai di tempat yang dimaksud Bunda itu.

Aku hanya terdiam melihat jalanan lewat kaca jendela. Ketika aku melihat jalanan aku jadi teringat akan sesuatu. Astaga ! Ini kan jalan yang pernah aku lewatin sama Aga ketika pertama kali kita ngedate.

“Nggak ! aku nggak boleh nangis. Pokoknya nggak boleh nangis ! Malu dong sama bunda” pikirku sambil melirik Bunda yang sedang konsentrasi menyetir mobil.

Semakin jauh perjalanan itu, semakin aku teringat dengan semua kenanganku dan Aga. Aku tidak bisa menahan pedasnya mataku ini. Dan akhirnya aku pun menangis lagi.

“Loh cit.. Kok jadi nangis ??. Sabar donk sayang. Nanti juga nyampe. Tenang aja”

“Bukan gara-gara kelamaan Bun !”

“Terus gara-gara apa ?? Cerita donk !”

Aku cuma menggeleng-gelengan kepala mengisyaratkan bahwa aku tidak mau untuk bercerita.

“Tuh kaan ! Sama bunda sendiri kok nggak mau cerita sih ?!!”
Aku masih saja menggeleng-gelengkan kepala. Dan sepertinya Bunda sudah capek bertanya padaku. Akhirnya bunda diam membiarkanku menangis sendiri di sampingnya.

Kacaunya pikiranku ditambah sepinya dalam mobil membuatku akhirnya tertidur sebentar. Bunda tetap saja membiarkanku terlelap dalam tangis. Dan ketika aku terbangun aku sudah dihadapkan pada sebuah tempat. Tempat yang sunguh indah dan tenang sekali. Terlihat jelas dihadapanku di hadapanku sawah yang terlihat hijau kekuning-kuningan menandakan sawah tersebut siap untuk dipanen, terlebih lagi di ujung sana terlihat bukit-bukit yang penuh dengan pepohonan hijau ditambah banyak sekali gubuk-gubuk di tengah sawah dan sungai kecil yang mengalir dengan tenang. Aku pun yang berada di dalam mobil langsung bergegas keluar untuk merasakan indahnya tempat itu. Aku sendiri masih belum tahu ini sebenarnya tempat apa. Saat aku sudah berada di luar mobil aku masih melihat bunda duduk di kursi sopir dan tersenyum kepadaku. Tak lama kemudian Bunda keluar juga dari mobilnya dan menghampiriku.

“Gimana tempatnya ? Bagus ?”

“Iya Bun. Bagus. Baguuus banget. Tempatnya tenang. Aku suka Bun tempat ini.”

Bunda kembali tersenyum padaku dan menarik tanganku.

“Mau kemana lagi Bun ?”

“Udaah.. nurut aja sama Bunda”

Akhirnya kuikuti kemana perginya Bunda. Aku tak ingin terlalu lama untuk mengetahui apa yang sebenarnya ingin Bunda tunjukkan padaku sedari tadi.

Sekian lama berjalan melewati hamparan sawah nan hijau kekuning-kuningan itu Bunda akhirnya berhenti di depan sebuah gubuk kecil berbentuk segiempat dimana kita bisa melihat ke segala arah areal sawah itu. Bunda duduk di gubuk itu sambil menikmati pemandangan.

“Bun, ini namanya tempat apa sih ? Kok aku baru tau ada tempat seindah dan setenang ini ya”
Bunda hanya tersenyum sambil masih melihat hamparan sawah di depannya.

“Loh kok cuma senyum sih Bun. Ini namanya apa sih ? Tuh kan ! Selalu bikin penasaran.”

Bunda masih saja tersenyum.

“Bun daritadi senyam senyum mulu ah. Ditanyain anaknya ini tempat apa juga.”

Akhirnya Bunda pun berkata
“Ini namanya di bawah kolong langit”.

“hah ? Maksudnya Bun ? Aku nggak ngerti deh.”
Bunda tersenyum lagi.

“Bunda mau cerita sama kamu Cit.”

“Cerita apa ?”

“Kamu tahu kenapa Bunda ngajak kamu ke tempat ini ? Kamu tahu kenapa tadi kita cuma muter-muter di jalan sampe akhirnya kamu protes ke Bunda ?”

“Enggak Bun. Emangnya kenapa ?”

“Disaat umurmu yang sudah bertambah dewasa ini Bunda pengen kasi tau kamu 1 hal tentang hidup cit. Hidup itu penuh dengan suka dan duka. Dan kamu mungkin saat ini sedang merasakan duka di hidup ini. Masalah cinta. Itu wajar kok. Bunda juga pernah mengalami seperti itu. Tapi yang Bunda sedikit merasa kepikiran adalah ketika kamu terus-terusan larut dalam kenangan. Bunda tahu perasaan itu. Memang sulit untuk kita melupakan semua kenangan-kenangan indah itu. Mungkin sekarang kamu bertanya-tanya mengapa Aga tega nyakitin perasaanmu padahal kamu udah berusaha menjadi yang terbaik untuknya. Kamu tahu nggak kunci dalam hidup ini adalah sabar dan ikhlas. Kalo pengen sabar dan ikhlas jangan pernah menghitung seberapa besar yang sudah dikorbankan.”

Aku hanya bisa terdiam dengan kata-kata Bunda. Tapi Bunda mungkin sudah tahu apa yang ada dalam pikiranku hingga dia membiarkan aku sejenak untuk memikirkan kata-kata itu.

“Dan satu hal yang perlu kamu tahu, hidupmu bukan cuma sampai sini aja. Masih panjang nak jalan hidupmu. Kalo mau nangis, nangis aja nggak apa-apa. Nggak usah ditahan. Tumpahin semuanya sekarang.”

Ternyata memang benar. Aku pun akhirnya menumpahkan semua air mataku saat itu juga di bawah kolong langit. Aku benar-benar telah dibuka pikiranku oleh Bunda. Aku baru menyadari kalo terus-terusan nangis nggak akan nyelesaiin masalah. Justru akan membuatku selalu teringat-ingat tentang Aga.

***

Hari pun tak terasa sudah semakin sore. Aku dan Bunda akhirnya memutuskan untuk kembali lagi ke rumah. Keceriaan sudah mulai nampak padaku. Yaaa.. walopun belum semuanya. Tapi itu sudah cukup membuat Bunda senang melihat perubahanku ini.
Di dalam mobil aku berfikir. Aku nggak nyesel kok pernah ketemu Aga. Aku juga nggak nyesel pernah jadi bagian dari Aga. Justru dengan ini aku telah mendapatkan 1 pelajaran hidup untuk kedepan yaitu menjadi orang sabar dan ikhlas seperti kata Bunda itu.

THE END :)

MENGEJAR MIMPI

“Woww,,kerenn banget nih anak…”ucapku takjub sambil melihat profile si pembuat novel cilik tersebut,aku terus membaca profilenya sampai tuntas”udah bikin novel dari kelas 4SD dan sekarang udah 5 novel yang dia terbitkan,,wonderfull…”

“aelahh,,apa menariknya sih,profile bocah ingusan yang baru buat 5 novel ajah dibanggain,mending ini nih,,,”kata ichi,sahabatku,sambil menunjukan profile artis korea yang lagi naik daun,dari nadanya terdengar meremehkan si novelis cilik yang profilenya lagi aku baca dan aku puji-puji *hehh,,sial banget sih diremehin gitu* aku yang mendengarnya jadi kesal,seenaknya dia ngomong begitu,emang ichi kalau udah ngomong,apa lagi sama hal yang dia tidak suka,suka nyakitin banget,bikin orang pingin plester mulutnya.

“heh??jangan remehin gitu dong,lo sama dia juga masih unggulan si novelis cilik ini,lah,,lo emang punya apa yang bisa dibanggain”kataku membalas perkataannya ,yang nggak jauh lebih nyakitin,mata ichi langsung melotot,aku balas dengan tatapanku yang lebih tajam.

“ahh,,nggak mau rebut gue sama lo cha,kalau udah begini,,gue ngalah..”kata ichi akhirnya nyerah,kalah juga dia akhirnya,maklum maybe dia takut kalau aku bakal kabur ninggalin dia,karena Cuma aku sahabat satu-satunya yang mau main sama dia,kalau teman yang lainnya mungkin pada takut atau gimana gitu,karena menurut mereka,ichi tuh nyebelin,judes,kalau ngomong nyakitin dan jutex,tapi aku nggak pernah ngerasa dia seperti itu,mungkin terkadang seperti itu.

Sampai rumah,aku langsung merebahkan tubuhku diranjang,dan terus kepikiran sama si novelis cilik tersebut,aku jadi termotivasi untuk seperti dia,aku bangkit dari ranjangku,dan langsung menyalakan komputerku,kemudian aku embuka dokumen pribadiku*arsip chasha*,aku melihat hampir 20 dokumen cerpen karyaku,dan belom ada sama sekali yang aku coba untuk kukirimkan ke media cetak,semua cerpenku telah dinilai oleh bunda,ayah,kak tari,dan beberapa sahabatku yang main kerumahku,mereka menilai,cerpenku bagus,menarik,judulny monoton,mereka juga menyuruh aku untuk mengirimkan karyaku kemedia cetak.

“Lumayan cha,kan bisa dapet honor tuh kalu cerpen lo dimuat…”celetuk anggi,sewaktu ia bermain dirumahku.

“iya cha,mimpi lo dari dulukan mau jadi penulis terkenal,dan inilah saatnya lo wujudin mimpi lo..”timpal pasha.

Tapi entah kenapa aku belom punya keberanian untuk mempublikasikan semua cerpen karyaku,takut nggak diterima,atau nanti malah dikomen sama pembaca ceritanya lebay,norak,monoton,nggak jelas,nggak sealur,tokohnya terlalu dikit,dan sebagainya,,ah ..semua komentar itu berkelebat dipikiranku,mebuat semangatku turun,aku langsung menutup kembali dokumenku dan mematikan computer,dan lebih memilih tidur siang.

Hari ini aku akan pergi ke kantor pos untuk mengirimkancerpen hasil karyaku pribadi,dengan dianterin pasha,Pasha sahabat cowoku,dia sahabat keduaku setelah ichi.dia setia,dia selalu mau menemaniku kemanapun aku pergi,dia siap mebantuku.

Hatiku deg-degan ketika akan memasukkan cerpenku ke dalam kotak pos,aku sampai ragu,sejujurnya keberanianku belum terkumpul.

“Udah masukin ajah,cha..”kata Pasha dibelakangku

Aku menarik kembali amplop yang erisi 7lembar cerpen karyaku”gue takut sya..”

“Kenapa harus takut cha???”Tanya Pasha mendekatiku

“gue takut cerpen gue ga diterima,gue taku cerpen gue dianggap norak,gue taku cerpen gue…”tiba-tiba omongan gue dipotong sama Pasha,jari telunjuk pasha mendekati bibirku.

“ssstt…udah cha,lo harus optimis ya,soal komentar pembaca or diterimanya atau nggak cerpen lo,itu urusan nanti,,yang penting lo udah berusaha,ayo cha,,wujudin mimpi lo selama ini,lo nggak perlu mengejar mimpi itu lagi,karena sekarang kesempatan itu udah ada dihadapan lo,mimpi lo bakal terwujud chaa…”kata Pasha lembut,bahasa perkataannya membuat semangatku bangkit,tanpa ragu aku langsung memasukannya ke kotak pos,dan pulang.

Hari demi hari aku laluin dengan perasaan dagdigdug menanti kabar diterima atau tidaknya cerpenku,sungguh penantian yang buat hatiku dag..dig..dug,ini udah hari ke3,tapi belom ada kabar sama sekali soal cerpenku yang aku sumbangkan kepada salah satu media cetak remaja terkenal,ya tuhan..mungkin cerpenku tidak diterima..aku pasrah sajah kepadamu,,,

“Chaaa……”seseorang bersuara dari ruang tengah dengan teriakannya yang memnuhi seisi ruangan ini,rupanya suara bunda,ia berlari ke arahku,sambil menunjukkan sesuatu”Cha,,liat ini chaa….”

Perhatianku langsung terarah pada sesuatu yang bunda tunjukan pdaku,ternyata Cuma duit blanja yang ayah berikan pada bunda,terus apa menariknya,kenapa bunda segitu histerisnya menerima duit belanja yang berjumlah 300ribu itu,bukannya udah biasa??aku tak memperdulikan uang tersebut,huhh..bunda bikin aku kaget sajah.

Bunda menggoyang-goyangkan tubuhku,dan memelukku dan terharu,sambil berucap”terima kasih tuhan…”bunda memelukku makin erat,aku makin bingung dan nggak ngerti sama bunda yang tiba-tiba seperti ini,aku menatap kak.Tri yang lagi nonton tv,sambil mengisyaratkan kepada kakak perempuanku yang cantik itu*bunda-kenapa-sih?*,kak Tari Cuma mengangkat bahunya,dan justru melanjutkan acara nonton tv’nya.

Lalu aku beranikan untuk mencoba melepas pelukan bunda,yang belum aku mngerti maksudnya”bunda,,akk..u sesek nih…”kataku suaraku terdengar setengah sesak,setelah aku berhasil melepas pelukan maut bunda,aku langsung bertanya”bunda sebenarnya ada apa sih sama uang belanja yang ayah kasih buat bunda?”

Bunda langsung terkejut mendengar pertanyaanku,dan ia menatapku”hah??uang belanja..??”

“Iya,,itu tadi bunda ngapain nunjukin uang belanja yang ayah kasih,terus jadi teriak histeris gtu?”tanyaku masih penuh Tanya.

Nggak lama bunda tertawa mendengar ucapanku”kamu tuh polos banget sih sayang,,ngapain juga bunda nujukin uang belanja,,”

“lah,,itu tadi uang apa?”kataku masih penuh Tanya dengan gaya orang bodoh.

Bunda tersenyum,lalu membelaiku”chasha sayang,anak bunda,,selamat yah,,kamu,,,”suara bunda terdengar menahan air mata yang akan mulai membasahi pipinya lagi,dan bunda mulai berbicara kembali”cerpen kamu berhasil dipublikasikan dimedia cetak,dan ini honor kamu..”

Hah,,nggak salah denger nih aku,apa yang tadi barusan bunda ucapkan??cerpenku berhasil dipublikasikan,dan uang 300ribu,honorku??subhanallah,,aku langsumg menjatuhkan jidatku kelantai .

Tiba-tiba saja ..GEDEBUUKKK…!!!

Aku langsung tersadar,dan merasakan diriku terjtuh,rupanya benar aku terjatuh dari tempat tidurku,jadi yang tadi itu hanya mimpi?ya tuhan,,aku bner-bener harus mengejar mimpi itu lagi,ku kira sudah ku dapatkan.

Aku langsung bangkit dari lantai tersebut,dan aku lirik jam dinding di kamarku,jam telah menunjukkan pukul 06.00,,aku segera bangkit dan bergegas mandi.

Setelah mandi,aku langsung menyalakan computer,aku berniat untuk print cerpenku,sepenggal kata-kata Pasha dalam mimpi masih teringat dalam otakku* ssstt…udah cha,lo harus optimis ya,soal komentar pembaca or diterimanya atau nggak cerpen lo,itu urusan nanti,,yang penting lo udah berusaha,ayo cha,,wujudin mimpi lo selama ini,lo nggak perlu mengejar mimpi itu lagi,karena sekarang kesempatan itu udah ada dihadapan lo,mimpi lo bakal terwujud chaa…*kata-kata itu mebuatku semngat,ditambah lagi motivasi dari profile si novelis cilik tersebut,aku harus optimis,ini saatnya aku wujudin mimpi aku,aku nggak boleh mnyerah sebelum berperang,semuanya pasti ada hambatannya terlebiih dahuulu,mungkin saja kegagalan,kegagalan itu adalah keberhasilan yang tertunda,kalau untuk kali ini aku gagal,aku bisa mncobanya dilain kesempatan.akhirny aku mebulatkan tekadku dan mncetak hasil karyaku,dan besok aku akan menyeret ichi dan Pasha buat nganterin aku ke kantor pos.

“ayolah,,anterin gue,,pliiss…”kataku memohon pada ichi,

“ogahh ahh…”kata Ichi ketus,sambil menggeleng mantap.ichi paling nggak suka kalau disuruh nganter2in.

huhh,,perlu jurusan supaya dia mau nganterin aku”pliss chi,,,nanti kalau gue dapet honor gue bagi dua deh…”

Ichi mulai tertarik dengan jurusku barusan”bener nihh???”aku mengangguk,akhirnya diapun menerima ajakanku,ichi bersedia mengantarku ke kantor pos*dasar matre…*ktaku membatin.

Sekaraang saatnya aku mengajak Pasha untuk mengantarkanku ke kantor pos,aku dan ichi segera kekelasnya,kelas pasha berbeda denganku,saat aku dan ichi telah sampai didepan kelasnya Pasha,entah kenapa aku nggak merasa hhawa keberadaan pasha,tiba-tiba Wigo,teman sekelas Pasha,keluar kelas,tentu saja aku langsung menghadangnya dan menanyakan soal pasha.

“Go…”panggilku,ia pun menghadap kkearahku

“Ada apa cha?nyari pasha ya?pasha udah pulang duluan dari tadi,karena tadi dia ngeluh kepalanya sakit,jadi dia pulang..”rupanya Wigo udah tau tujuanku,tapi ternyata Pasha udah pulang karena sakit,jadi hari ini aku berangkat dengan ichi sajah ke kantor pos,lalu aku pergi meninggalkan Wigo.

“makasih ya go..”ucapku sambil berlalu,Wigo hanya tersenyyum.

Aku langsung bergegas menuju kantor pos,dengan motor Ichi,padahal hari sudah sore,hampir maghrib,aku khawatir kalau nanti kantor posnya keburu tutup.

“cepetan dong,chii…”kataku harap-harap cemas,gaya menyuruhku seperti seorang penumpang menyuruh si tukang ojek untuk mempercepat kemudinya.

“iya,iya,,sabar cha,lo liat dong didepan,macet…”kata ichi setengah menoleh kearahku sambil tters mengklakson.

Tuhan,masih baik kepadaku,beruntunglah aku sampai sana kantor pos belum tutup,meski sudah nggak ada orang,hanya satpam yang lagi ngecek-ngecek keadaan sekitar,aku langsung masuk nyelonong tanpa permisi,dan Ichi aku tinggalkan diparkiran,tanpa piker panjang,aku langsung mengisi beberapa data yang diberikan si mbak-mbak itu,setelah itu,aku menyerahkan kembali,dan langsung masukin cerpenku ke kotak pos,fuiihh,,lega,,*tinggal menanti hari esok sajah..

Ini udah hari ketiga setelah aku mengirimkan cerpen kepada slah satu media cetak,tapi sampai saat ini belum ada kabar apapun,setiap pulang sekolah dengan pertanyaan yang sama ,aku selalu bertanya pada bunda atau kak tri dengan pertanyaan yang sama”bun,,ada telfon buat aku nggak”atau”kak,ada telfon buat aku nggak?”tetep ajah keduanya menjawab”Nggak..”huftt..aku mulai merasa putus asa,mungkin cerpenku gagal dimuat,tapi ya sudahlah,aku terima,dilain kesempatan pasti aku bisa.

Pulang sekolah,aku duduk termenung didepan tv,sambil memikirkan ide untuk cerita cerpenku selanjutnya,nggak lama dari ruang tengah terdengar suara deringan telfon,dengan malas,aku bangkit dan mengangkatnya .

“hallo,,”kataku setelah mengangkat telfon tersebut

“Ya halloselamat siang,,apa benar ini rumah adik Rimarsya richa?”kata seseorang disana yang menyebutkan namaku.

“Ya benar ini saya sendiri..ehm,maav ini siapa dan ada apa?”

“saya Karin,dari redaksi majalah teen,adik yang 3hari lalu mengirim cerpen berjudul Mengejar mimpi ya?”kata seseorang yang ternyata dari redaksi,what??redaksi majalah?dan dia menyebutkan cerpen kirimanku??,aku yang semula malas,dan tidak bersemangat jadi semangat.

“iya benar..”kataku penuh semangat

“oh ya,selamat ya dik,cerpen adik dimuat dimajalah kami,untuk honor telah saya kirimkan pada nomor rekening yang adik kasih,adik bisa melihat crepen adik dimajalah teen edisi 125 ya..”kata mbak Karin,,hah,benar nggak nyangka,kuucapkan syukur dengan sujud,berharap bukan mimpi lagi,dan benar ini nyata,akhirnya mimpiku terwujud sebagai penulis cerpen*ya allah,terimakasih,engkau memang adil…*

***

Hari ini,dengan senyum aku mengawali hari,lalu aku menghampiri kedua sahabatku,ichi dan pasha,dengan full smile,ichi dan pasha saling menatap bingung melihat sikapku hari ini.

“Cha,,lo kenapa sih?kog senyu-senyum gitu?”Tanya Pasha

“Lagi jatuh cinta kali”celetuk ichi,aku tetap masa bodo nggak peduli,lalu aku menunjukkan majalah teen edisi 125 yang aku bawa,keduanya tetap saling pandang bingung.

“Kenapa dengan majalah ini cha?”Tanya Pasha

“buka deh halaman fiction..”kataku masih sama dengan sambil senyum,lalu keduanya segera membuka halaman tersebut.

“Mengejar mimpi,bay Rimarsya Richa..”kata Pasha sambil mebaca isi halaman tersebut,pashapun tersenyum”wow,,jadi cerpen lo dimuat cha?”

Aku hanya mengangguk mantap

“waww,,keren,selamat ya cha,,,”kata pasha

“iya,makasih sya,ini juga berkat sran lo..”upss,,aku keceplosan.

“hah?saran?kapan gue ngasih lo saran cha?tanya Pasha bingung.

“uhmm,,uhmm,,dulu..mungkin lo udah lupa..”kataku sambil menghilangkan rasa gugupku menjawab pertanyaan Pasha.

“Ciee,,sarannya pasha masih diinget..”celetuk ichi usil

“Yee,,kan itu motivasi buat semangat…”kataku,Pasha yang berada disampingku hanya senyum.

“eh,mana janji lo,katanya ntar gue mau dibagi honornya..”kata Ichi yang masih ingat janjiku saat meminta dia untuk menemaniku kekantor pos.

“Iya..iya,,hari ini lo berdua sahabat gue,gue traktir di kedai pop ice depan sekolah nanti pulang,gimana?”

“okehh,,sip,,beli martabak juga ya..”kata ichi

“iyee…”kataku senyum.

Akhirnya,sekarang aku nggak perlu mengejar mimpi itu lagi,sekarang mimpi itu telah nyata,terima kasih tuhan,dan terimakasih untuk Pasha yang udah ngasih motivasi lewat mimpi,Thanks=)


Tak Seperti Sore Biasanya

Sore itu seperti sore biasa, Mia pulang terlambat dari sekolahnya. Kegiatan ekstra kulikuler SMA banyak menyita waktunya akhir-akhir ini. Dia membuka pintu dengan lemas dan segera menuju dapur. Berharap segelas air putih, bisa meyejukkan tenggorokannya yang kering. Belum dia menyentuh ketel air yang berwarna biru itu, langkahnya terhenti. Dia melihat ibunya tertidur diatas sofa, di pojok ruang makan itu.tangan ibunya masih memegang celemek yang dia pakai jika memasak.

Wajah ibunya yang dimakan usia tersirat hidupnya yang getir. Setiap hari tanpa henti mengupas bumbu dapur lalu menjualnya kerumah makan. Harga yang didapat tidak pernah sebanding dengan keringat dan luka yang membekas dijarinya. Mata mia berkaca-kaca, dia mendekati ibunya lalu mencium keningnya.

"ibu, aku pulang." sapa mia dengan lembut, lalu dia bermanja, memijat kaki ibunya perlahan.

"ibu ketiduran ya?" beliau tersipu, lalu mengelus rambut anak perempuannya itu.

"pindah kekamar bu, biar aku yang melanjutkan pekerjaan ibu" kata mia.

"jangan, kau buat saja PR-mu. ibu sudah tidak lelah lagi." ibunya lalu berdiri.

"ibu, aku saja." mia merengek.

Ibunya menggelengkan kepala. Jika dia diam artinya dia serius. Mia yang sedikit kecewa. Duduk di meja makan dan mengeluarkan bukunya. Ibunya tersenyum melihat anak perempuannya mulai belajar. Karena bagi dirinya ilmu adalah misteri. Dia tidak bisa membaca dan menulis. Karena itu dia mempunyai hasrat yang kuat, agar anaknya tidak bernasib seperti dirinya. Mia terkejut, teh hangat dan manis kini ada didepannya. Ibunya yang diam-diam membelakanginya ternyata membuatnya teh kesukaannya.

Sore itu masih seperti biasa samapai seorang lelaki mabuk datang dan berteriak-teriak.
"istriku, mana istriku yang ke tiga ini bersembunyi" lelaki itu berjalan oleng dan menjatuhkan beberapa keramik.

"itu ayahmu, mia, kau masuklah kekamarmu. sembunyi" ibunya panik. Mia pun bereaksi refleks. Karena hal ini sudah dilakukannya sejak masih kecil. Mia duduk dipojok kamarnya, memeluk bantal, memejamkan mata tapi telinganya mencuri dengar.

"mana uang itu?, ke***at" ayah mia memaki ibunya.

"ampun pak, uang itu untuk mia sekolah. jangan pak" ibu mia memelas.

"ja****m, anak itu tidak perlu sekolah. kau kawin kan saja dia." lalu terdengar suara tamparan yang keras.

"jangan pak. pukul saja aku sepuasmu, tapi jangan renggut masa depan mia." ibunya memelas lagi.

PRAAKKKKKK, suara pecahan kaca terhempas. Mia semakn mengerut. Lalu terdengar suara orang yang berlari. Tapi suara ibunya tak terdengar sama sekali.

Mia keluar kamar dengan tubuh gemetar, dia perlahan mendekati kamar ibunya. Gemetar tubuh mia terhenti. Dia terhempas kelantai melihat tubuh ibunya. Darah mengalir dikepala ibunya.  Tubuhnya mulai basah karena darah. Tangan ibunya masih menggenggam beberapa helai uang ribuan. Uang yang akan menjanjikan masa depan Mia. Dia tertegun, orang yang paling dicintai dan disayangnya kini terbaring tak bernyawa.

Seperti orang kehilangan jiwa mia berjalan pelan menuju dapur. Diambilnya pisau yang masih tergeletak dilantai. Lalu dia berjalan pelan keluar rumahnya seperti tidak ada apa-apa. Didalam kepalanya saat ini. Hanya ada satu hal.

Mengeluarkan hati ayahnya yang menurutnya tak pernah dipakai.

Selasa, 17 Januari 2012

Karma

Aku pikir apa yang ku lakukan adalah jalan yang terbaik untuk jalan kemasa depan. Demi ketenaran ku mengorbankan perasaan dan cinta, sungguh ego yang tinggi. Cinta dan kasih sayang telah kukorbakan untuk cita-citaku, untuk menjadi penulis yang terkenal…ku mengorbankan semua orang yang kusayangi termasuk kekasihku yang dahulu sangat mencintaiku, kekasih yang selalu memberi aku kekuatan didalam pekerjaaku untuk menulis, tapi aku mensia-siakan nya. Ketika aku menjalin hubungan dengan dirinya aku pernah berharap untuk berpisah darinya, tapi apa danya dia selalu memberiku kasih sayang yang tak pernah aku dapatkan terkecuali dari orang tuaku.

Disibuknya ia kerja, ia menyempatkan diri untuk menjengukku, yang jauh dari tempat kerjanya dengan pakaian yang berlumur dengan oli, dengan hati yang tulus ia rela memakai baju yang kumuh untuk berjumpa dengan diriku yang kejam ini, karena ia takut aku pulang sebelum berjupa dengannya.

Ketika itu kusadar bahwa dirinya benar-benar tulus mencintaik. Kerena mulut ini membuat dirinya menjauhi ku.
Aku tak sadar, apa yang kuucapkan kepada dirinya, sehingga aku tak ada berkomunikasi padanya.


Kaerena itu aku membuat niat baru lagi, aku ingin putus darinya, tak lama kemudian niat yang kutanam itu membuat hasil yang sangat keliru, ketika putus bersamanya aku selalu mengharapkannya untuk kembali kepadaku lagi.

Setelah aku tak berhubungan dengannya lagi berniat untuk mencari penggantinya, dengan tujuan, igin memperdalam karyaku lagi, aku ingin karyaku diminati oleh para remaja, demi kesuksesan jalan ceritaku, aku mengorbankan perasaan orang yang telah mencintaiku, aku berpura-pura mencintainya, suatu ketika ia mulai mencurigaiku
“Hampir dua hari ini Shasa berubah, ada apa sebernarnya yang terjadi?” ujar lelaki yang mencintaiku

“Oh itu… nggak ada yang berubah, mungkin perasaan Nal aja” sambil menatapnya aku berkata dalam hati, maaf Sha mendustai Nal, Sha nggak punya rasa ma Nal, demi karya Sha, Sha melakukan ini ma Nal.

“Maaf kalo Nal kayak gitu ma Sha, karena Nal ngerasa kalo Sha cuma mempermaikan Nal, maaf kan Nal ya Sha?” katanya dengan wajah yang merasa bersalah
“Ia Nal, Sha udah maafkan Nal, kalo Nal merasa Sha berubah , Sha minta maaf.
Akhirya kecurigaan Nal bisa kuatasi dengan santai, tanpa menjelaskan dengan panjang lebar.

Karena aku ingin mencari jalan cerita yang baru, aku mulai mencuekin Nal, tanpa kusadari Nal mengetahui kalo aku tidak mencintainya. Aku tak ingin Nal tahu kalo aku menjalin hubungannya semata-mata untuk kepentinganku pribadi.

Tak tarlintas dibenakku kalo Nal menjahuiku karena ia merasa dipermainkan, aku pun merasa bersalah kepada dirinya. ”Nal maafkan Sha moga Nal bisa ngerti. Mudahan-mudahan Nal bisa mendapat yang lebih baik dari Sha .

Tak lama kuputus dengan Nal, aku menjalin hubungan dengan teman. Kufikir dia mencintaiku ternyata ia hanya taruhan. Ketika aku mengetahuai akal busuknya, aku segera mendatanginya dan mengata-ngataiya.

“Apa maksud dari semua ini?” Tanyaku dengan kesal.
“Hei… pernah ngaca nggak? Pa nggak ada kaca di rumah?”
“Kalo nggak ada emang napa? Lo mo beliin gue kaca? Mang lo ada duit, nyadar donk selama lo pacaran ma gue mana pernah lo ngeluarin duit buat gue, sekarang lo mo beliin gue kaca? Ha… mimpi apa gue semalam, asal lo tau ya! Gue nggak bakalan pernah maafin lo, sampai kapan pun.”

“O,yeeee! Tu mau karma bagi lo. Untuk apa ngataiin gue, jika lo samanya brengsek ma gue.

Aku tak menyangka jikalau ini terjadi dengan diriku. Ya Tuhan………….. apa ini yang namaya karma, apa yang kulakukan selama ini, membuatku akan sadar akan perbuatanku yang kejam. Apa yang ku lakukan ternyata sangat menyakitkan, bahkan aku tak sanggup untuk menjalaninya. Dengan hati yang tulus aku minta maaf kepada orang yang pernah kusakiti dahulu.

Malam Ini, Hujan Turun Lagi

Malam ini, hujan turun lagi. Hari ini malam kelima 10 Maret. Aku menatap rintik-rintik hujan yang turun sambil melamun. Kejadian itu sudah 5 tahun lamanya. Namun, aku tak pernah berhenti menangis bila mengingatnya. Dan seolah ingin menemani dukaku, rintik-rintik hujan selalu turun di malam 10 Maret.

“Sampai kapan kamu menyendiri terus, Nduk? Suara ibu membuyarkan lamunanku. Ini kelima kali ibu menanyakannya. Selalu dengan kalimat yang sama. Aku hanya menatap ibu sekilas, kemudian kembali menatap rintik-rintik hujsn dari balik jendela kamarku. Menangis lagi. Hal yang kulakukan tiap kali ibu menanyakannya.

”Badanmu kurus sekarang. Ibu sering merasa asing denganmu. Lima tahun yang lalu kamu gemuk. Meski dulu ibu sering meledek kamu, tapi sesungguhnya ibu senang melihatmu gemuk begitu.” Ibu masih mengatakan hal itu. Kali ini yang kelima. Dan selalu kujawab dengan mulut terkatup, air mata yang terus meleleh.

“Tahun ini sudah ada 5 pemuda yang ingin melamarmu. Tapi kelimanya kamu tolak, padahal kamu belum tahu pemuda-pemuda yang melamarmu itu seperti apa.”
Hujan agak mereda. Rintik-rintiknya mulai berkurang.

“Soni yang punya bengkel besar. Ibu dengar penghasilannya mencapai 100 juta per bulan. Yang kedua Reza, manager perusahaan. Dia sudah punya mobil pribadi. Yang ketiga Dio. Katanya sih dia bekerja di majalah remaja. Orangnya ganteng dan sepertinya baik. Ibu suka padanya. Yang keempat... kelima....”
Aku tidak pernah mendengarkan kalimat ibu selanjutnya. Dadaku sesak, dan rintik hujan yang masih turun membuat tangisku semakin deras.

Hujan mulai reda. Tangisku sudah habis, hanya sesengukan saja. Kututup jendela kamarku kemudian kuusap sisa air mataku. Jika sudah begitu, biasanya ibu merapikan tempat tidurku kemudian mempersilakan aku tidur, tapi kali ini tidak. Ibu mengganti sprei biru mudaku.

“Sprei biru milikmu sudah kusam warnanya. Kamu menggunakannya terus selama 5 tahun ini. Jadi kali ini ibu menggantinya dengan warna merah muda. Mudah-mudahan kamu suka.” Aku menggeleng. “Tidak, ibu. Kumohon, sprei biru itu saja.”

Ibu menatap mataku. “Bukankah merah muda warna kesukaaanmu, Nduk?’ aku menggeleng lagi. “Tidak, ibu. Tidak semenjak 5 tahun lalu.”

Ibu menitikkan air mata. Memeluk dan mengusap rambutku yang bergelombang. “Rambutmu panjang sekali, Nduk. Sudah hampir melewati pinggang.apa kamu tidak ingin mengguntingnya sedikit?’ tanya ibu sambil terisak. Aku hanya menggeleng.

“Besok ibu akan membelikan sprei baru untukmu. Warna biru biru muda. Jadi kamu tidak usah bersedih lagi ya. Sekarang, tidurlah.” Ibu berkata lembut seraya mengusap air matanya.

Aku melepaskan pelukan ibu. “Terima kasih, Bu.” Ibu tersenyum, lalu menutup pintu kamarku. Hening. Tinggal aku yang berbaring di tempat tidur dengan hati sedih. Aku selalu tidak ingin tidur sebelum jam 00.00 lewat. Karena bagiku, malam ini adalah malam yang berkesan untukku dan Felka. Meski ini malam kelima 10 Maret, tapi rasanya masih sama. Aku yakin Felka selalu menemaniku di malam 10 Maret. Jadi, aku sama sekali tidak boleh melewatkannya. Di malam ini aku’bertemu’ dengannya. Kami akan melepas rindu, menyanyikan lagu favorit kami dan memandang ribuan bintang di langit.

***

Pukul 04.45
Aku terbangun mendengar suara adzan yang bersahutan memecah keheningan pagi. Dan seperti dikomando, ayam jantan milik tetanggaku berkokok riang. Suaranya yang lantang selalu dapat membangunkanku saat terkadang aku sangat mengantuk, enggan bangun untuk sholat shubuh karena seringkali suara adzan yang merdu membuatku terbuai untuk kembali tidur.

Aku ingin menangis. Aku tertidur. Ah, pasti Felka kecewa karena saat dia datang semalam, aku sudah tidur. Tapi, kenapa dia tidak membangunkanku? Kalau sudah begini aku jadi sebal. Felka selau tidak mau membangunkanku. Padahal aku sudah bilang padanya agar bila aku tertidur aku dibangunkan saja.

“Nduk, cepatlah sholat, nanti waktunya keburu habis...” Aku tersentak mendengar teriakan ibu. Aku segera mengambil wudhu, kemudian sholat. Setelah sholat, hatiku merasa damai, sejuk... lalu tersadar. Felka sudah meninggal. Ya Allah, ampuni hamba yang belum bisa menghapus bayangnya, rintihku dalam hati.
Ibu membuka pintu kamarku. “Sudah selesai sholat, Nduk?” aku mengangguk. “kalau begitu, mandilah. Sarapan sudah siap. Ibu buatkan ikan gurame saus asam kesukaanmu.” Aku mengangguk lagi.

***

Ikan gurame saus asam buatan ibu sangat enak. Tidak kalah dengan buatan restoran. Ssebenarnya aku tidak begitu menyukai ikan. Tapi Felka sangat menyukai ikan, terutama ikan gurame. Lama-kelamaan aku menyukainya juga. Ah, Felka... lagi lagi aku membayangkannya.
“Kamu melamun, Nduk?’
Aku tersentak. “Tidak, Bu.”
Ibu terlihat sedih.

“Ibu kenapa sedih?’ tanyaku lirih. Aku tahu sebenarnya ini peertanyaan konyol. Tentu saja ibu sedih melihatku melamun membayangkan Felka. “Ibu, maafkan aku...” ucapku menyesal.

“Nduk, sudah lama kamu terlarut dalam kesedihan. Ibu mengerti, kamu sangat menyayangi Felka sehingga kamu begitu terpukul atas kematiannya. Tapi, sampai kapan kamu mau seperti ini? Ibu sangat sedih melihatmu begini, ibu rindu kamu yang dulu...” suara ibu tercekat. Aku hanya bisa menangis mendengar kalimat menyayat dari ibu.

“Felka juga pasti sedih melihatmu begini, Nduk.”.
Air mataku semakin deras bergulir. “Ibu, maafkan Elsi. Tapi sampai saat ini hati Elsi belum bisa melupakan Felka. Elsi tidak mau menyakiti hati laki-laki lain dengan berpura-pura mencintainya...”
“Ibu mengerti. Tapi bagaimana kamu bisa mencintai lelaki lain kalau kamu tidak pernah mencoba membuka hatimu, Nduk?”
Aku hanya bisa terus menangis menjawab pertanyaan ibu. “Maafkan aku, ibu...” hanya itu yang bisa kuucap.

***

9 Maret 2005
Elsi sangat gembira. Setelah 3 tahun di Lampung, akhirnya ibu mengajaknya pulang ke kampung halamannya, Kediri, Jawa Timur. Kata ibu, kakek sudah semakin memprihatinkan kondisinya. Makanya ibu berniat menjenguk. Kebetulan Elsi sedang libur kuliah, jadi ia bisa sekalian liburan.

“Elsi... oleh-olehnya sudah dipak belum?” teriak ibu dari belakang.
“Sudah, Bu. Beres...”
“Satu jam lagi kita berangkat. Kamu siap-siap gih.”
“Iya, Bu...” ucap Elsi riang.
Setelah ganti baju dan mengenakan jilbab, Elsi menelepon Felka.
“Assalamu’alaikum...” sahutnya.
“Waalaikumsalam...” jawab Elsi riang.
“Ada apa, sayang? Kok kayaknya seneng banget?”
Elsi tersenyum. “Gimana nggak seneng. Ini aku mau pulang ke Kediri!”
“Sayang, jangan becanda deh. Aku tahu kamu kangen, tapi jangan becanda gini dong. Masa tiba-tiba kamu bilang mau ke Kediri?”
“Aku nggak becanda, Felka. Aku sama ibu mau jenguk kakek. Sejam lagi kita berangkat.”
“Kamu serius?”
“Serius banget malah.”
“Aku seneng banget. Aku janji besok akan menemui kamu. Kita akan mewujudkan mimpi-mimpi kita selama ini, sayang. Alhamdulillah...”
“Iya, Fel. Aku tidak sabar ingin bertemu denganmu.”
“Aku juga, sayang.”
“Mmm... Felka sayang aku berangkat dulu ya. Sampai ketemu...”
“Oke, sayang. Sampai ketemu. Miss you...”
“Miss you too...”

***

Sepanjang perjalanan, Elsi tak henti-hentinya bersenandung. Ia membayangkan pertemuan indahnya dengan Felka. Ya, Felka. Seseorang yang ia sayang. Ia belum pernah bertemu dengan Felka. Mereka berkenalan via handphone. Soni, teman SMA Elsi yang memberikan nomornya pada Felka. Kebetulan sekarang Soni satu universitas dengan Felka, bahkan serumah. Kata Soni, waktu itu Felka patah hati setelah dikhianati Rista, pacarnya dan dia butuh seseorang untuk membuatnya melupakan Rista.

Soni mengenalkan Felka pada Elsi karena menurutnya Elsi baik, pintar & pengertian. Bisa membuat Felka kembali bersemangat. Sebaliknya, Felka bisa membuka pikiran Elsi tentang dunia ini karena Elsi suka menyendiri, kutu buku, kuper. Biar gaul, begitu candaan Soni.

Dan memang pada akhirnya mereka cocok. Meskipun berbeda sifat, tapi pemikiran mereka sama. Felka memang anak band, anak motor, gaul. Tapi ia punya pemikiram serius tentang masa depannya. Felka juga dewasa. Ia selalu bisa ngemong Elsi yang kadang-kadang manja.

Elsi tak henti-hentinya tersenyum membayangkan itu semua. Perkenalan yang indah dengan Felka. Felka yang selalu bisa membuatnya bahagia. Felka yang gentle tapi lembut, yang mau menrima Elsi apa adanya. Elsi selalu ingat sajak sederhana yang diungkapkan Felka saat mereka berkomitmen untuk menjalin hubungan. Waktu itu Elsi masih ragu. Ia bertanya pada Felka, bagaimana bisa Felka jatuh cinta padanya padahal mereka belum pernah bertemu. Dan Felka hanya menjawab pertanyaan Elsi dengan sajak sederhana yang menurut Elsi sangat indah, yang mampu memupus keraguannya tentang cinta mereka:

Mengapa cinta ada?
Karena ia tahu
Kau dan aku tercipta
Ah, Felka... begitu sempurnanya dirimu bagiku, gumam Elsi.

***

Kediri, sore hari.
Jalanan sangat ramai, orang-orang berlalu lalang memadati terminal tamanan kota kediri. Elsi menatap sekeliling. Mengamati tiap sudut terminal yang 3 tahun lalu menjadi saksi kepindahannya ke Lampung. Terminal ini tidak banyak berubah, hanya saja semakin ramai.
“Mas Awan mau jemput jam berapa, Bu?” tanya Elsi sambil meregangkan otot. Tiga puluh jam di bus cukup membuat badannya kaku.
“Sebentar lagi sampai. Dia sudah jalan,” jawab ibu yang juga sedang meregangkan otot. Dan benar, 5 menit kemudian mas Awan, kakakku datang.

“Tambah gemuk aja kamu,” ucapnya ketika pertama kali melihat Elsi.
“Huuu... pertama ketemu bukannya muji malah ngledek,” protes Elsi.
“Kalau aku bilang kamu kurus malah fitnah jadinya, “ lanjut mas Awan.
Elsi merengut. “Bilang aku cantik kek.”

“Hahaha....” mas Awan tertawa ngakak. “Cantik diliat dari menara Eiffel.”
Elsi memukul lengan mas Awan. “Dasar sirik. Bilang aja kamu iri dengan kecakepanku.”
“Hahaha...” mas Awan tertawa lagi.

Ibu hanya geleng-geleng kepala melihat kedua anaknya. Sejak kecil mereka memang begitu. Selalu berantem, saling meledek, hampir tak pernah memuji. Tetapi sebenarnya mereka saling menyayangi, dan begitulah cara mengungkapkannya.

“Ngomong-ngomong... mana cukup bonceng aku sama ibu kalau naik motor. Barang- barangnya gimana?’ tanyaku.

“Yeee...sapa yang mau boncengin kamu? Naik becak lah, sekalian sama barang-barangmu yang seabrek.”
Aku merengut. “Ya udah. Lagian aku juga ogah diboncengin sama kamu,” Elsi menjulurkan lidah, balas meledek.
“Baguslah kalo gitu...” Mas Awan nyengir. “Aku sama ibu jalan dulu ya. Kamu masih hafal jalan ke rumah kan?”
“Ya masih lah. Kamu pikir aku udah pikun apa?”
“Ya, sapa tahu. Hahaha....” mas Awan ngeloyor pergi.
Becak yang ditumpangi Elsi berjalan perlahan. Pengemudinya seorang bapak paruh baya berusia sekitar 50 tahun. Nada dering HP-nya berbunyi. Incoming call, dari Felka.

“Halo, sayang...” jawabku riang.
“Idih, bukannya salam...” ucap Felka.
“Hehehe... maaf. Aku terlalu gembira. “Assalamu’alaikum, Felka Windu Naresa...”
“Waalaikumsalam, Elsi Winda Mei Lista...”
Elsi dan Felka tertawa riang.
“Nanti malam aku ke rumahmu ya. Kamu udah sampe, kan?”
“Udah. Mmm... tapi kenapa nggak besok pagi aja?”
“Aku udah nggak sabar, sayang.”
“Iya, aku ngerti. Tapi...”
“Kamu kenapa? Kok bimbang gitu?”
Elsi terdiam. Ah, kenapa perasaanku mendadak jadi tidak enak? Ya Allah, semoga ini bukan pertanda buruk, doanya dalam hati.

“Sayang...”
“Oh, iya. Mmm... ya udah terserah kamu. Maksudku besok pagi biar kita bisa berduaan lebih lama,” jawabku.
“Ya besok pagi aku ke rumahmu lagi, sayang.”
“Oh, gitu. Aku seneng banget dengernya.”
“Ya dah, sampe nanti sayang...”
“Ya, sampe nanti...”
10 Maret 2005, pukul 19.30
Elsi sudah selesai berdandan. Ia tersenyum bahagia. Setelah menyematkan bros biru muda bermotif bunga yang senada dengan jilbabnya, ia keluar kamar menuju teras. Menanti kedatangan Felka.
“Duileh... tumben dandan. Mau kemana kamu?’ mas Awan mulai jahil.
“Mau tahu aja.” jawab Elsi cuek.

“Alah, paling juga kencan sama Dono tetangga sebelah yang bencong itu...” mas Awan meledek.
Biasanya Elsi akan balas meledek atau bahkan memukul mas Awan, tapi kali ini tidak. Elsi terlalu bahagia, hingga enggan menanggapi ledekan mas Awan.
“Kamu ini ngledekin adikmu terus. Mending bantu ibu bagiin oleh-oleh buat saudara, sekalian kita ke rumah kakek.”

Mas Awan merengut, lalu beranjak membantu ibu.
“Nduk, ibu sama mas ke rumah kakek dulu. Besok kamu menyusul ya. Ibu mau menginap di rumah kakek.”
“Iya, Bu. Salam buat kakek.”

Pukul 20.15
Elsi mulai resah. Ia ingin menelepon Felka, tapi urung. Mungkin Felka masih di jalan, ia takut mengganggu konsentrasi Felka. Ia beranjak dari kursi menuju ke arah jalan. Ia memandang langit. Ya Allah, kenapa tiba-tiba langit mendung? Perasaanya mulai tidak enak. Resah, khawatir, takut, semua jadi satu. Ya Allah, hamba mohon lindungilah Felka...

***

10 Maret 2005, pukul 19.30
Felka tersenyum bahagia. Ia telah selesai berdandan. Rasanya ia tak sabar untuk bertemu dengan Elsi.
“Mama... aku pergi dulu ya...”
“Mau kemana kamu? Tumben pamit. Biasanya langsung ngeloyor. Dan... tunggu. Wajah kamu sumringah sekali.”
Felka tersenyum. “Aku mau menemui bidadariku, Ma.”
“Apa dia benar-benar spesial bagimu? Kamu tidak pernah sebahagia ini sebelumnya.”
“Iya, Ma. Dia sangat spesial.”

Mama Felka mengamati wajah anaknya. Pipinya tembem. Felka gemuk sekarang. Tapi untunglah Felka tinggi, jadi badannya masih terlihat bagus & keren. Mama Felka terdiam. Selama ini ia jarang memperhatikan Felka. Menjadi single parent yang bekerja sebagai manager perusahaan membuatnya sibuk bekerja.
“Mama kok melamun?” tegur Felka..

Mama Felka tersadar. “Oh, tidak. Mama hanya ingin mengamati wajahmu. Sudah lama mama tidak memperhatikanmu. Mama terlalu sibuk. Maafkan mama...”
Felka memeluk mamanya. “Iya, Ma. Felka ngerti. Maafin Felka juga ya Ma...”
Mama Felka melepaskan pelukan. Mengamati wajah anaknya lebih dalam lagi. Seolah ini terakhir kalinya ia bertemu dengan anaknya.

“Ma... mama kenapa?”
“Entahlah. Mendadak mama jadi kangen sama kamu.”
Feklka tersenyum. Ia menatap wajah cantik mamanya.
“Setelah menemui Elsi, aku akan segera pulang Ma. Mama jangan sedih ya.”
“Iya, hati-hati di jalan sayang, sampaikan salam mama buat Elsi.”
“Oke, Ma. Bye...”

***

Pukul 20.30
Hujan deras disertai petir menghiasi malam duka itu. Felka tidak datang menemui Elsi. Yang hadir hanyalah jilbab biru muda berlumuran darah yang diantarkan mama Felka dengan mata sembab. Jilbab biru muda yang akan diberikan kepada Elsi ikut terpental bersama tubuh Felka ketika kecelakaan maut itu terjadi. Sebelum nafas terakhir Felka berhembus, Felka menatap jilbab berlumuran darah dan mengucap nama Elsi.
Malam itu mulut Elsi terkatup. Tubuhnya seperti tak bernyawa. Ia tak tahu apa yang harus ia lakukan selain menangis. Pikirannya kosong. Senyum lenyap dari wajahnya. Hatinya terlalu sedih menerima kenyataan ini.

***

Setelah kepergian Felka, Elsi hanya fokus pada kuliah dan pekerjaannya sebagai cerpenis. Ia enggan memikirkan lelaki lain, karena hatinya sudah hilang seiring dengan kepergian Felka.

***

10 Maret 2006
Malam ini hujan turun lagi. Elsi menatap rintik hujan dari balik jendela kamarnya. Dan malam-malam 10 Maret selanjutnya juga begitu. Felka tetap tertanam di hatinya, tak tergantikan oleh siapapun. Ia benci warna merah muda karena Felka tidak menyukai warna itu. Felka menyukai warna biru muda... begitupun Elsi.


Cerita Hidup Tentang Rasa Syukur

Ada sebuah keluarga yang sederhana yang didalamnya ada sebuah kehidupan yang amat pahit. Keluarga itu beranggotakan ayah, ibu, seorang anak gadis dan seorang anak laki-laki (adik). Ayahnya hanya seorang kuli, ibunya hanya seorang buruh cuci, ekonomi mereka hanya pas-pasan. Tetapi gadis itu anak yang solekhah, tutur katanya lembut, penuh sopan santun, dan berbakti kepada orang tua.
Suatu ketika keluarga itu mengalami cobaan yang cukup berat. Ayah mereka sakit keras, mereka tidak mampu untuk berobat, dan untuk membawanya ke rumah sakit. Ibu dan anak gadisnya berusaha mencari pinjaman uang untuk berobat ayahnya tapi tidak berhasil. Setiap malam anak gadisnya selalu bangun untuk berdzikir, sholat dan berdoa mengharap kesembuhan ayahnya.
Suatu hari ada orang yang meminjamkan uang, tetapi entah kapan dapat melunasinya, pak Tresno nama orang itu, Alhamdulillah ayah gadis itu bisa sembuh total. Beberapa hari kemudian pada saat gadis itu pulang mengaji, ada pak Tresno dirumahnya. Ia berbicara dengan ayah dan ibunya. Pak Tresno kesana dengan membawa banyak bingkisan untuk keluarga gadis itu. Entah ada apa sebenarnya? Kemudian pak Tresno berpamitan. Berjalan ia bertemu dengan gadis itu, pak Tresno menyapa tapi gadis itu hanya membalas dengan senyuman. “betapa indahnya ciptaan Allah, menciptakan manusia yang begitu sempurna, Gadis itu tak hanya cantik parasnya tetapi hatinya juga secantik wajahnya”, (terlintas dibenak pak Tresno).
Suatu hari pak Tresno menagih hutangnya , tetapi keluarga itu belum sanggup melunasinya. Walaupun mereka dalam keadaan yang tertekan (terlilit hutang) mereka selalu sabar dan pasrah, terutama gadis itu. Lama kelamaan kesabaran pak Tresno memuncak. Ia terpaksa menyita gubuk gadis itu, kalau gubuk itu tidak bisa disita gadis itu harus mau menjadi istri mudanya.
Dengan keadaan yang terdesak gadis itu pergi mencari pekerjaan kekota. Sudah beberapa hari gadis itu kesana kemari, dari tempat satu ketempat yang lainnya dengan tumpuan kedua kaki dan keiklasan hatinya, tak membuat ia lelah. “ya Allah … tabahkan dan sabarkan hati hamba”.

Sesaat kemudian dia pergi kemasjid untuk sholat magrib kemudian duduk diserambi, ia melihat sisa uangnya tinggal Rp 10.000 ya Allah kuserahkan seluruh hidup ini kepada-Mu ya … Allah. Dalam keadaan jauh dari keluarga, ia tak lupa berdoa untuk keluarganya. Pada saat jalan sejenak ada seorang pengemis yang sangat memprihatinkan serasa hati tak kuasa melihatnya. Kemudian gadis itu melihat uangnya iapun memberikan uang itu pada pengemis tadi. Sungguh mulia gadis itu walaupun jalan keadaan yang sangat kritis.
Dia tak tahu harus kemana, rumah tak punya sanak keluarga tak ada. Malam semakin larut, kegelapan yang menyelimutinya menambah kehangata dalam tidurnya. Pagi pun tiba, siraja siang muncul dengan senyumannya entah kenapa hari itu seakan bahagia dan ceria serasa membawa gadis itu kedalam kedamaiannya walaupun perut terasa keroncongan dan tumbuh merasa lengket tak membuat gadis itu aptah semangat.
YA ALLAH TAKDIR ITU HANYA KEHENDAKMU, JIWA RAGA INI HANYA MILIKMU, KUSERAHKAN SELURUH JIWA DAN RAGAKU KEPADAMU.
Setapak demi setapak ia lewati, hari demi hari ia lalui suatu ketika ia disapa seorang ibu setengah baya. Subkhanallah … ia menawari gadis itu pekerjaan, padahal gadis itu tak mengenal dan tak menyangka. Walaupun hanya pekerjaan rumah tangga gadis itu sangat bersyukur, itu merupakan rizki yang mulia.
YA ALLAH ENGKAU TUNJUKKAN KEBESARANMU
Siapaun orangnya selama mengalami kesusahan (cobaan) janganlah engkau menggerutu sabarlah dan berusahalah dan jangan takabur ataupun riya’ disaat engkau diatas kejayaan syukurlah rizki walaupun sekecil kerikil.

"Jangan Menjadi Batu Sandungan"

Dikisahkan, ada seorang anak muda yang mempunyai temperamen tinggi. Seringkali karena hal-hal sepele, dia mudah tersinggung dan marah, bahkan bila perlu berkelahi dengan orang lain yang dianggap telah menghinanya. Orangtuanya berkali-kali menasihati agar belajar bersabar dan mau mengerti orang lain, tetapi si anak tidak menggubris dan menganggapnya sebagai angin lalu.

Suatu hari saat berkendara di jalan raya, sepeda motor yang dikendarai bersama temannya dilanggar oleh orang lain. Sifat pemarahnya pun muncul. Dengan perasaan jengkel, segera saja motor itu dikejar dan dipepet dengan tingkah sok jagoan. Merasa dirinya menang, saat menyaksikan orang tadi meminggirkan motornya, dia pun tancap gas sambil tertawa terbahak-bahak.

Tidak lama kemudian terdengar teriakan nyaring disertai bunyi benda terjatuh keras. Rupanya karena tidak konsentrasi pada jalanan, terjadilah kecelakaan yang melukai dirinya sendiri serta teman yang dibonceng. Akibat kecelakaan itu, teman yang dibonceng terpental dan mengalami luka yang cukup parah. Dia sendiri hanya mengalami luka ringan, sedangkan motornya rusak tidak karuan.

Saat menengok teman yang dirawat di rumah sakit, dia berjumpa dengan orangtua temannya. Dengan tersipu malu dia berkata, “Maafkan saya Pak, Bu. Saya yang mengendarai dan merusakkan motornya, serta mencelakai Anto. Semua salah saya. Saya akan berusaha meminta orangtua saya untuk membantu biaya perbaikan motor dan biaya perawatan di rumah sakit ini.”

Ayah si teman menjawab dengan sabar, “Anak muda. Bapak tidak mempermasalahkan biaya rumah sakit dan perbaikan motor. Walaupun harus mengeluarkan uang, itu semua bisa diselesaikan. Yang penting, kita harus bersyukur karena kalian selamat dan hanya mengalami luka-luka yang tidak membahayakan nyawa.

Bapak hanya ingin mengingatkan kepada kalian, bahwa hidup ini adalah berkat! Berkat yang tidak boleh disia-siakan oleh siapapun. Maka paling sedikit, berusahalah bermanfaat bagi dirimu sendiri. Jika kalian merasa belum bisa menjadi berkat bagi orang lain, ya setidaknya cobalah jangan menjadi batu sandungan untuk orang lain. Dengan berkendaraan ugal-ugalan, bukan hanya tidak menghargai berkat yang diberikan Yang Maha Kuasa, kalian juga telah menjadi batu sandungan bagi kehidupan orang lain. Itu sungguh hidup yang sia-sia. Bapak tidak ingin kalian menjadi orang seperti itu. Harap kalian mengerti.”

Teman-teman yang Luar Biasa!

Himpitan beban kehidupan, sering kali membuat manusia sekarang ini mudah tersinggung dan sibuk mengumbar emosi. Semakin arogan terasa semakin hebat. Apalagi jika bisa menindas orang lain, akan merasa dirinya jagoan.

Hal ini sungguh "penyakit mental" yang tidak perlu dipelihara alias harus segera dibuang! Perlu diingat, bila belum mampu menjadi berkat bagi orang lain, setidaknya jangan menjadi batu sandungan bagi sesama. Setuju...?

Salam sukses, luar biasa!!


Tingkah wanita yang bikin pria ilfil

Tak hanya wanita yang keberatan dengan tingkah kecil pasangannya yang dinilai tak baik. Tanpa disadari, pria pun bisa ilfil dengan ulah sehari-hari para wanita. Mungkin kadang sepele, tapi efeknya besar karena mengganggu. Berikut adalah hasil survei kepada sejumlah pria mengenai tindakan wanita yang dianggap annoying:
Tak bisa rem suara
Siapa yang tahan mendengar teriakan-teriakan dari suara wanita yang begitu nyaring? Suara itu kadang hanya akan menyakitkan telinga para pria. Menurut pria hal ini mengganggu tatanan kenyamanan suara di sekitar, dan akan memberi kesan seperti wanita yang suka cari perhatian.
Tak tahu manner
Ada beberapa poin yang merupakan hal-hal menyangkut kesopanan yang cukup umum, seperti tertawa terbahak-bahak, mengupil, menggaruk bagian tubuh pribadi di muka umum, batuk tidak ditutup, dan tidak sopan ketika bertemu orang baru. Masalah kebersihan diri juga bisa dikaitkan di sini. Pria suka dengan wanita yang cantik, bersih, tidak bau, dan tidak jorok.
Bersuara saat makan
Tak hanya saat makan besar saja, bahkan saat makan permen. Ini adalah hal yang ternyata menyebalkan bagi sebagian pria. Cobalah untuk makan tanpa berbunyi.
Cemberut
Digoda pria-pria di pinggir jalan memang menyebalkan, tapi tentu tak ada salahnya untuk sedikit tersenyum. Wanita yang murah senyum adalah wanita yang ramah.
Mirrorizer
Wanita paling suka tampil cantik. Mau ke mana pun, sebisa mungkin tampil cantik. Tapi itu bukan berarti wanita harus setiap saat berkaca untuk mengecek penampilan.
Membetulkan posisi pakaian
Mengenakan pakaian yang pas akan membantu wanita untuk tidak membenarkan pakaiannya setiap saat. Sekali-sekali sih boleh, tetapi wanita yang tiap menit menarik rok ke bawah atau menarik tali bra akan membuat kesan wanita tersebut tidak nyaman dan tidak percaya diri.
Mengutuk dan mencaci-maki
Pria atau wanita yang senang mencaci maki dengan kata-kata yang tak sopan akan terdengar kasar. Apalagi mengutuk hal-hal yang sebenarnya bukan pada tempatnya. Secantik apa pun wanita, mengeluarkan kata-kata tidak sopan semacam ini pasti akan bikin ilfil.
Ribet dengan riasan wajah
Inipun merupakan salah satu tingkah wanita yang tak terlalu disukai pria. Pria akan beranggapan wanita terlalu “high maintenance”, dan tidak bisa diajak seseruan. Jika pun ada yang dandanan yang perlu diperbaiki, sebaiknya pergilah ke toilet.
Mengkritik tubuh sendiri
Terus-menerus mengeluhkan bentuk tubuh yang kurang bagus bukanlah sikap yang menyenangkan. Apalagi hal semacam ini akan membuat wanita terlihat seperti orang yang tak percaya diri. Lebih baik melakukan hal positif segera, misalnya dengan berolahraga dan makan makanan yang sehat.
Lama belanja
Dalam hal berbelanja wanita pada dasarnya selalu mencari barang terbagus dengan harga termurah. Untuk yang satu ini, mungkin sebaiknya mengajak teman saja. Karena sejujurnya, memang membosankan menunggu seseorang belanja, apalagi dalam waktu lama, yang pada akhirnya hanya akan memilih barang yang pertama kali dilihat.


Setiap Wanita Cantik

Seorang anak laki-laki bertanya kepada ibunya "Mengapa engkau menangis?""Karena aku seorang wanita," dia berkata kepada anaknya."Aku tidak mengerti," jawab anak laki-laki tersebut. Sang ibu memeluk anaknya dan berkata "Dan kau tidak akan pernah mengerti"Kemudian anak laki-laki tersebut bertanya kepada ayahnya "Mengapa ibu menangis tanpa ada alasan?""Semua wanita menangis tanpa ada alasan," hanya itu yang bisa dikatakan ayahnya.Anak laki-laki itu tumbuh dan menjadi seorang laki-laki dewasa, dan tetap merasa heran mengapa wanita menangis.Akhirnya dia menelepon Tuhan, dan ketika sudah terhubung, dia bertanya, "Tuhan, mengapa wanita begitu mudah menangis?"Tuhan berkata "Aku menciptakan wanita istimewa. Aku menciptakan baginya bahu yang kuat untuk memikul beban dunia, tapi begitu lembut sehingga dapat memberikan kenyamanan.""Aku memberinya kekuatan untuk melahirkan dan menahan penolakan yang kerap muncul dari anak-anaknya""Aku memberinya keteguhan yang membuatnya dapat tetap bertahan di saat semua orang sudah menyerah, dan tetap memperhatikan keluarganya tanpa mengeluh saat sedang lelah maupun sakit.
""Aku memberinya kepekaan untuk mencintai anak-anaknya dalam keadaan apapun, meskipun mereka menyakitinya.""Aku memberinya kekuatan untuk bisa memaklumi kesalahan-kesalahan suaminya, menciptakannya dari tulang rusuk suaminya untuk melindungi hatinya""Aku memberinya kearifan untuk mengetahui bahwa seorang suami yang baik tidak akan pernah menyakiti istrinya, tetapi kadang-kadang menguji kekuatan dan ketetapan hatinya untuk tetap teguh mendampingi suaminya""Dan akhirnya, Aku memberinya air mata untuk dicurahkan. Ini khusus miliknya untuk digunakan kapanpun diperlukan.""Kau lihat: Kecantikan seorang wanita tidak terletak pada pakaian yang dikenakannya, penampilan fisiknya, atau cara dia menyisir rambutnya.""Kecantikan seorang wanita dapat dilihat melalui matanya, karena mata adalah pintu menuju hatinya, tempat dimana cinta bersemayam."Setiap Wanita Cantik


Senin, 16 Januari 2012

Hanya Sebatas Sahabat

Ini kisah nyataku .

Aku mencintai dia dari umurku 11 tahun , dan sekarang aku sudah berumur 16 tahun . namaku Talitha
Sudah hampir 5 tahun aku mencintainya , dan aku hanya bisa menjadi sahabatnya tak lebih .
Nama orang yang kusukai aldi .
Suatu saat dia menyukai seorang teman ku , namanya yoan .
Aku sangat kecewa mengetahui hal itu , aku dan aldi sangat dekat , sangking dekatnya seluk beluk cinta , keluarga , sampai semua masalahnya aku tau .
Dia sering bercerita tentang perasaannya ke-yoan padaku .
Aku senang bisa menjadi tempat curahan hatinya , setidaknya dia dan aku sering bertemu karena itu .


Sampai suatu saat aku dan aldi mempunyai sedikit salah paham .
Hanya karna aku salah bicara , dan dia salah mengartikan perkataan ku . maksud perkataan ku waktu itu ingin membuat dia tau siapa yoan sebenarnya .. tapi di pikirannya aku ingin menjatuhkan yoan di depannya .
Mulai saat itu aku dan dia sudah tak lagi saling menegur , sudah jarang bertemu , ’kecewa’ hanya itu yang bisa ku katakan . bodoh skali aku ini , kenapa aku harus ikut campur urusannya . coba saja waktu itu aku tak ikut campur , kejadiannya tak akan seperti ini ..
1 minggu berlalu , aku merasa sudah seperti 1 tahun , menurut gosip yang beredar di sekolah aldi & yoan sudah pacaran .
di depan mereka aku bersikap senang mendengar gosip itu , tak ada yg tau jika hatiku ini seperti di tusuk-tusuk jarum .
sakiitt !!!!!!!!!
malamnya aldi sms aku , dia bilang dia ingin bertemu dengan ku .
setelah bertemu aku hanya terdiam , tak ada satu kata pun yang keluar dari mulutku . sampai akhirnya aldi yang memulai cerita .
dia curhat lagi sama aku . dia menceritakan semua tentang hubungannya dengan yoan , aku senang bisa melihatnya tersenyum , belum pernah aku lihat dia mencintai seorang cewek sampe seginihnya . aku tersenyum seketika melihat dia bercerita semua tentang hubungannya .
dalam hatiku berkata , ’Aldi , andai kamu tau aku sayang bgt sama kamu . aku ingin melihat senyummu ini selamanya’
aldy sudah lama tau kalau aku mencintainya , tapi dia tak pernah memberi komentar , baginya aku hanya sebatas temannya saja .
2 bulan sudahh berajalan , tak ada masalah . aku masih bisa melihat semua senyuman yang selalu tertera di wajah aldi .
tapi satu ketika aku melihat dia menangis di depan ku , dia memelukku tiba-tiba , pelukannya terasa sangat dingin . aku bisa merasakan hatinya yang sedang gundah , dan kecewa .
aku menanyakan apa yang terjadi padanya perlahan-lahan .
aku mengajak nya untuk duduk di gedung depan rumah ku , rumah aldi dan aku hanya bersebelahan saja .
dia menceritakan semua masalahnya , air mataku jatuh seketika .
aku tak pernah menyangka akan melihat aldi menangis , biasanya aku yang selalu menangis karena dia . tapi kali ini keadaan berbalik .. dia menangis karena cewek yang dia cinta , Yoan penyebabnya .
dia selingkuh dengan teman dekat aldi yaitu Michael , michael juga berteman denganku . tapi tak sedekat aldi dengannya . michael tinggal 1 perumahan sama aku dan aldi .
3 hari berikutnya aldi memutuskan hubungannya dengan yoan , dia merelakan yoan untuk Michael , mulai saat itu hanya kesedihan yang bisa kulihat dari muka aldi . tak ada lagi senyuman yang kulihat 2 bulan lalu . aku merasa kecewa dengan sifat yoan . aku tak bisa terima yoan menyakiti aldi .
suatu ketika Michael menghubungi ku , dia berkata ingin membuat aldi menjauh dari yoan . aku tau maksud michael , dia cemburu yoan dan aldi masih sering komunikasi melalui sms ..
aku sudah sering memperingati aldi untuk menjauhi yoan .
tapi dia tak pernah mau dengar .
malam minggu berikutnya , aku , aldi , michael duduk bersama di gedung depan rumahku .
tak ku sangka Aldi menyatakan cinta padaku ,, dia nanya apakah aku mau menjadi pacarnya . yang jelas aku senang skali malam itu . tak pernah ku sangka akan menjadi seperti ini ..
aku pun menerima cintanya pada malam itu juga . michael saksinya . tapi saat michael pulang aldi mengatakan hal yang aku pun tak pernah mau mendengarnya .
ini yang dikatakannya “Talitha hubungan kita hanya pura-pura saja , aku tak serius dengan ucapan ku tadi”.
Prakk .. seperti itu yang kurasakan ,, hancur ..
”emangnya apa yang kamu hrapkan dengan hubungan pura-pura ini aldi ?” tanyaku padanya .
”aku sudah memikirkan semua perkataanmu , aku tak ingin membuat michael menganggap aku msih mencintai yoan,cukup kamu saja yang tau aku masih sangat mencintai yoan” jawab aldi .
”baiklah kalau begitu aldi , anything for you my boy .” gumamku
seketika diaa menarikku & mencium dahiku ,
” terimaksih sayang , cuman kamu yang bisa mengerti aku . maaf kalo aku sering membuat perasaanmu sakit . ”
aku hanya diam dan pulang . kata yg kusampaikan terakhir padanya malam itu ialah ” jangan tidur teralalu larut , semoga aku bisa membantumu . aku tulus sayang kamu . ”
sesampainya dirumah , aku istirahat . berharap semua yg terjadi malam ini hanyalah mimpi .
malam minggu berikutnya , aku , aldi . di ajak michael buat double dinner . yaa , kayak kencan ber-empat gituh .
kita makan malam dulu . selanjutnya kita , naik odong-odong .
aku sih senang aja , tapi aku bisa lihat muka sedih aldi . bisa lihat di dalam hatinya yang pling dalam hanya ada kecewa .
michael memeluk yoan , sedangkan aku hanya berjalan biasa dengan aldi . tak ada pelukan , pegang tangan , aku tau hubungan kami cuman pura-pura . tapi tak bisakah malam ini sja dia membuatku bahagia . ?
yoan keterlaluan , dya sma michael romantis bgt di depan aldi .
gk ada yg bsa mikirin hati aldi .
saat perjalanan pulang , aku berpikir untuk membuat aldi sma yoan berduan . aku pura-pura sakit perut . dan menyuruh michael untuk mengantarku ke rumah sakit , dengan alasan aldi saja yang mengantarkan yoan pulang . dengan bodohnya michael pun meng-iyakan permintaan ku ..
aldi sms aku ”apa maksudmu talitha ?”
aku hanya menjawab sms nya ”gunakan waktu dengan sebaik-baiknya , ungkapkan semua yang ada di hatimu . ”
aku langsung meng-non aktifkan hp ku , aku tak ingin menggangu yoan dan aldi . sesampainya di rumah sakit , aku menyuruh michael menunggu dan mengantar aku pulang nanti dan dia pun setuju ..
sesampainya di rumah , aku masihh duduk-duduk di gedung , aku memutar lagu Seventeen ” hal terindah ” .. tak aku sadar aku menangis dan melukai tangan ku . rasa sakitnya tak sepedih rasa sakit hatiku .. jika bisa memutar waktu , tak ingin aku bertemu aldi kalau tau aku akan sangat mencintai dan menyayanginya seoerti sekarang .
saat ku mulai menutup mata sambil bersandar di dinding , tiba-tiba ada yang mengelap air mataku .
saat ku buka mata , ternyata itu aldi . dia mnghapus air mataku dan membungkus luka di tanganku yg sudah penuh dengan darah dengan sapu tangan miliknya . dia memeluk ku , dan berkata ”bodoh . kenapa kamu melukai dirimu sendiri ? tak ada gunanya kamu melukai tanganmu , itu bukan jalan keluar suatu masalah . ”
aku semakin menangis , dan memeluk aldi dengan sangat kuat , tak bisa lagi ku tahan .. dia menyuruhku untuk pulang kerumahnya saja . karna dirumahku juga bertepatan tak ada org . dya tak ingin aku akan semakin melukai diriku jika aku plg ke rumahku dan sendiri .
akhirnya untuk malam ini aku tidur di rumahnya , dia menyuruhku tidur di kmar nya , biar dia tidur di ruang tamu saja . katanya .

sbelum aku tidur aku berdoa di depan aldi , dan aldi mendengar semua doaku
”ya allah , berikan aku dan aldi kekuatan untuk menghadapi cobaanmu . biarkan aku terus mencintai dan menyayangi aldi , walaupun dia tak menyayangiku . berikan aldi kebahagiaan untuk cintanya , kembalikan
yoan ke pelukannya . malam ini , ku harap semuanya dapat terlewati , tak akan pernah kulupakan kejadian malam ini ,. Ku harap selamanya aku dan aldi BERSAHABAT . wlaupun cintaku hanya di anggap SEBATAS SAHABAT bagi aldi . amiend ”
aldi hanya tersenyum ,, dan masih menghapus air mataku .
kami pun tertidur dan esoknya menjalani hari-hari seperti biasanya .

HANYA SEBATAS SAHABAT ..

Bihun Jagung Makin Gusur Mie Terigu

JAKARTA - Mie, sohun, dan bihun berbahan baku jagung semakin naik daun dan diharapkan bisa menggusur dan menggantikan mi berbahan baku terigu (gandum) yang 100 persen diimpor.

"Pasar bihun jagung sekitar 10 ribu ton per bulan, kini sudah menggantikan 50 persen pangsa pasar bihun beras dan mulai merebut sedikit pasar mie gandum," kata Teddy Tjokrosaputro, Presiden Direktur PT Subafood Pangan Jaya, pelopor produsen bihun jagung pada Bincang Iptek Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tentang Diversifikasi Pangan di Jakarta, Jumat (25/11).

Keuntungan dengan mengonsumsi jagung, urainya, yakni jagung bisa ditanam di Indonesia dan bisa membuka lapangan kerja bagi jutaan petani, sementara gandum 100 persen diimpor.

"Karena itu mengganti gandum dengan jagung bisa menghemat devisa dua miliar dolar AS per tahun atau hampir Rp20 triliun yakni nilai impor gandum sebesar 4-5 juta ton per tahun," katanya sambil menambahkan bahwa saat ini produksi jagung Indonesia 17 juta ton per tahun masih kurang dua juta ton lagi untuk memenuhi kebutuhan nasional.

Saat ini menurut dia, konsumsi makanan pokok masyarakat Indonesia adalah beras sebesar tiga juta ton per bulan, disusul gandum 300 ribu ton per bulan, baru disusul jagung 10 ribu ton per bulan, baru kemudian sagu, ubi dan kentang yang totalnya 10 ribu ton per bulan.

Pihaknya lanjut dia, bekerja sama dengan BPPT untuk melakukan fortifikasi (penambahan gizi) ke dalam bihun jagung, kerja sama melakukan efisiensi produksi jagung, dan penciptaan makanan baru berbasis jagung, seperti makaroni jagung dan kerupuk jagung.

Sementara itu, Direktur Pusat Teknologi Agroindustri BPPT, Priyo Atmaji, mengatakan, terus mengembangkan produk pangan berbasis mie dan makaroni berbahan nonberas dan nonterigu, seperti dari jagung, sagu, singkong, kentang, aren dan lain-lain.

"Sebanyak 78 persen masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras dengan rata-rata menghabiskan 139 kg beras per tahun, tergolong sangat tinggi, jauh di atas rata-rata dunia 60 kg per kapita per tahun, karena itulah diperlukan diversifikasi pangan agar tidak terjerumus pada impor beras," katanya.

Ironisnya, lanjut dia, ketika pemerintah berusaha menekan konsumsi beras namun yang terjadi terigu menggantikan beras dimana mie dan roti kini menjadi sumber karbohidrat masyarakat, padahal tanaman gandum sebagai sumber terigu tidak dapat tumbuh baik di Indonesia.

"Ke depan hasil kajian BPPT dapat diterapkan pada sentra-sentra penghasil karbohidrat seperti jagung, sagu dan singkong untuk mendukung ketersediaan bahan pangan karbohidrat,? kata Priyo.

Menurut Teddy, mie, bihun atau sohun terbukti sangat disukai masyarakat, karena itu perlu banyak riset untuk membuat berbagai bahan pangan lokal menjadi mie, dilengkapi dengan rasa yang enak, praktis cara menyajikannya, harga terjangkau dan bisa didapat dengan mudah di pasar.

Cerpen Remaja : Hujan-pun Tahu Kita Bertemu.

Gelap masih setia pada sang malam, pun angin tak jua bosan menancapkan bisa gigil ke tulang-tulangku, namun tetap saja aku masih  di sini, setia mengumpulkan serpihan-serpihan kisah yang pernah kita kastilkan tapi telah memuing setelah topan memporandakan tembok-tembok harapan. Aku merangkum setiap potongan kenangan-kenangan itu agar utuh menjadi sosok bayangmu. Sejenak saja ingin kupeluk, agar beku rindu tak menghantam nurani lewat irama jantung yang tak lagi ramah. Sayang, apa kau tahu? di sini, di tempat kita pernah  menanam janji, aku kembali dan kudapati semua benih itu hanya tumbuh menjadi nisan atas  mimpi-mimpi kita dan juga nisanku malam ini. Apa kau masih ingat? tiga tahun kita menautkan hati sedang raga masih serupa misteri. Lewat dunia maya kita menggalang asa hingga jiwa benar-benar bercumbu nyata. Dan apa kau masih ingat pula malam itu ketika kita memutuskan untuk menghapus setiap sekat maya, agar raga-raga kita menyatu dalam ruang yang tak lagi samar, ruang  yang jauh dari semu seperti rasa pesimisitas yang pernah aku hadirkan untuk menghadang rasamu tapi aku justru kalah oleh rayumu yang melambungkan angan? malam itu kita memilih untuk mempertemukan lahiriah yang sekian lama terkotak dalam jarak. Aku menunggumu di sini, meski hujan tak bisa kuajak kompromi untuk sedikit mereda hingga kau datang.

"Datanglah kekasih. biarpun hari hujan
cinta kan mengiringimu dengan kehangatan
bawa saja seluruh kerinduanmu
kita satukan di dalam dekapan

langkahkan kakimu,sepenuh irama
biarkanlah jejakmu membekas di jalan
buka saja mantelmu,basahkan tubuhmu
hujanpun tahu, kita bertemu.....
(..............)'"

Lagu Franky Sahilatua, Biarkan Hujan, aku dendangkan seolah menjadi harapanku atas dirimu yang sudah hampir empat jam terlambat dari waktu yang kita jadwalkan. Dan tepat pada lirik 'Hujanpun tahu, kita bertemu..." mataku menangkap sosok yang kukenali sebagai dirimu. Ya, foto profilmu di FB masih cukup jelas aku ingat. Aku melihatmu menuju ke arahku. Tuhan, ada apa dengan jantungku? kenapa tiba-tiba saja detaknya seperti tak bisa aku kendalikan? aku bukan pertama kali jatuh cinta tapi untuk kali ini, benar-benar sebuah rasa yag tak biasa.

"Hei, aku Erik! kamu Amanda, kan? " tanyamu seraya mengulurkan telapak tangan untuk aku jabat. Aku tak bisa berkata-kata, sosokmu jauh dari yang aku bayangkan. Binar matamu lebih teduh, senyummu manis, tulang rahangmu membentuk wajah lelakimu sempurna dalam pandangku, fisikmu tak terlalu atletis tapi cukup kokoh, setidaknya untuk aku sandarkan tubuh mungilku ini. Aku mulai berspekulasi tentang penilaianmu padaku. akh, apa kau kecewa saat ini? apa yang kau pikirkan? apa aku bukan yang kau harap? Akh, kutepikan semua itu karena aku ingat kau pernah bilang, kau menyukai watakku, pemikiranku yang nasionalis, moderat, dan sikapku yang tak mudah menyerah, begitupula aku menyukai itu darimu, tapi tak bisa kupungkiri kalau ternyata fisikmu juga menawarkan pesona yang tak mampu disangkal.

"Apa aku lebih ganteng tak seperti dugaanmu hingga dari tadi kau bergeming dan tak memberi tanganmu atau sekedar menjawab tanyaku?" Aduh, aku jadi salah tingkah terlebih saat kau membuka suara untuk kedua kalinya.

"Lumayanlah, minimal tidak terlalu buruk untuk ukuran standarku!" jawabku sedikit angkuh untuk menyembunyikan rasa gugupku yang hampir tak bisa aku netralisir. Genggaman tanganmu membuatku lemas. Aku nyaris pingsan...tapi bagaimanapun, aku Amanda, gadis anggun yang tetap harus bisa menjaga sikap di hadapan lelaki termasuk dirimu.

Sejak malam itu, kita selalu bertemu saat kau pulang ke Manado. Kau berjanji akan melamarku setelah menyelesaikan pendidikan pasca sarjanamu di UI sementara aku setahun lagi akan menyandang gelar Sarjana Komunikasi di Unsrat. Setelah menikah, kau ingin memiliki dua anak laki-laki, dua anak perempuan dan aku mengaminkannya. Memiliki keluarga yang dibangun dengan fondasi yang penuh cinta adalah impianmu juga aku tentunya. Mendidik anak-anak kita menjadi nasionalis sejati, anak-anak yang cinta tanah air seperti ibu dan bapaknya, menerima perbedaan sebagai keragaman dan semua harapan-harapan itu begitu indah kita tanamkan di sini, di Pantai Boulevard. Sayangnya, setelah saat itu tiba, setelah kita sama-sama menyelesaikan pendidikan, kau tak juga melamarku. Perbedaan keyakinan di antara kita menjadi aral yang sulit kita tembusi.
Orang tuamu adalah penganut fanatik agama Kristen, terlebih ayahmu yang seorang pendeta tak mau menerimaku, kecuali aku ikut keyakinanmu dan rasa cintaku yang teramat besar padamu akhirnya membuatku berani mengambil keputusan yang menggegerkan seluruh keluarga besarku. Aku bahkan tidak di akui oleh ayahku, seorang guru ngaji di kampung Arab, sebagai anaknya lagi. Tapi belum genap lima hari aku murtad dari agamaku, badai tiba-tiba datang dan dalam semalam menghancurkan segalanya. Tasya, sepupumu mengabarkan kalau kau kawin lari karena ditentang ayahmu dengan seorang gadis muslim bernama Aisyah yang baru kau kenal selama satu minggu dan kau memilih menjadi mualaf. sayang, apa yang sudah kau lakukan padaku? demi dirimu, aku rela di usir keluargaku, bahkan Tuhan-ku pun berani aku khianati.

Sayang, apa kau masih ingat semua itu? malam ini, di sini di pantai Boluevard, aku datang lagi memberanikan diri menjenguk kenangan-kenangan kita meski setiap rekaman peristiwa-peristiwa itu seperti belati yang menikam sadis tepat ke dadaku berulang-ulang, tapi untuk apa aku pedulikan itu? toh sebentar lagi aku hanyalah jasad tak bernyawa. Hujan kembali mengguyur di Negeri Nyiur Melambai dan lengkap sudah serpihan-serpihan kisah yang kini menjelma menjadi sosokmu yang hangat dalam peluk anganku. Kini hanya bayangmu yang sanggup aku rengkuh sebab nyatamu telah hilang. Kau berubah lagi menjadi maya yang teramat maya...

"Datanglah kekasih. biarpun hari hujan
cinta kan mengirimu dengan kehangatan
bawa saja seluruh kerinduanmu
kita satukan di dalam dekapan

langkahkan kakimu,sepenuh irama
biarkanlah jejakmu membekas di jalan
buka saja mantelmu,basahkan tubuhmu
hujanpun tahu,.(........)"

Kembali lagi lagu, Biarkan Hujan, aku lantunkan seperti waktu lima tahun lalu ketika kita pertama kali bertemu, meski kali ini dengan suara yang serak. Sayangnya aku tak lagi sanggup melanjutkannya hingga pada kalimat berikutnya karena hujan tahu, kita tak akan lagi bertemu...aku putuskan mengakhiri hidupku di sini. Dan riak ombak Boulevard akan selalu menjadi kabar untukmu, kabar tentang kepergianku bersama luka yang kau titipkan ** PG.


Hujan

“Saya suka kamu!”
Hening. Satu, dua, tiga, hingga berapa detik pun berlalu dengan hitungan yang hampir bersamaan di masing-masing hati Opik dan Indah. Tolehan kepala yang bersamaan membuat kedua wajah mereka bersemu merah. Lalu, masing-masing kepala itu kembali terpekur menatap sepatu masing-masing.
Sepatuku masih sama, pikir Opik. Dan ia pun lalu menatap langit yang ternyata sudah berubah sejak terakhir ia memandangnya. Sebelumnya penuh berawan putih. Namun, kini telah berubah menjadi hitam pekat menggantung. Cuaca Batam memang selalu tak menentu, batin Opik.
“Oke deh, aku pulang sekarang.”
“Nggak perlu jawabannya sekarang kan?”
Opik menggeleng sambil tersenyum. Tubuhnya setengah melompat dari posisi duduknya. Lalu berjalan menyeberangi halaman kampus. Ketika kakinya menginjakkan area pejalan kaki yang beratap, hujan lalu turun cepat menderu. Sampai di ujung area pejalan kaki, hujan makin menjadi. Ia tak siap dengan jas hujan karena berpikir pastinya hari yang cerah di pagi hari tidak mengundang hujan di sore harinya. Meski ketika hujan seperti sekarang ini pun ia lalu kembali tersadar, bahwa Batam tak pernah mengenal cuaca.
Sedia payung sebelum hujan? “Huh, pantang! Nggak banget deh kalau cowok pakai payung ke mana-mana! Apalagi dengan versi warna kembang-kembang atau yang ngejreng seperti pink, kuning, atau biru! Hitam? Emangnya mau ngelayat?” selalu itu yang ia rutuki jika sedikit saja terbersit kata payung saat hujan menjebaknya seperti sekarang.
Kos tempat Opik tinggal berada di seberang kampus. Jika menyeberangi jalan dua arah, ia tinggal menuruni tanah setapak yang menurun dan menghubungkan jalan besar dengan perumahan tempat kosnya berada. Namun jika hujan begini, jangan harap untuk mencoba jalan setapak itu. Karena yang ada justru kegiatan land skating, pengganti ice skating, yang bisa menuntutnya. Sudahlah menurun, tanah merah itupun akan nampak belikat dan licin dipijak.
Berjalan memutar! Sepertinya tiada solusi lain yang bisa ia miliki saat hujan yang deras dan langit yang sepertinya tak jua memudar pekat hitamnya. “Nggak ada salahnya bukan mencoba sesuatu yang berbeda sekali-sekali. Biar makin lengkap sudah keunikan hari ini!” pikir Opik.
Saat Opik memutuskan menerobos hujan, berjalan menyeberang jalan, tanpa payung atau jas hujan, seseorang yang berdiri di tepi Opik seketika bernafas lega. Cukup lumayan sudah ia berharap sesuatu yang sepertinya mustahil, ada orang di sekitarnya yang sudi memberikan sedikti tempat untuk menyelamatkan sepatu sneakernya yang basah tersiram hujan, di tengah hujan deras yang siapapun pasti berpikir normal untuk berteduh. Dan ketika Opik pergi, ia seperti melihat sebuah keajaiban tiba-tiba terjadi.
Namun hanya ia sendiri yang tak berpikir seperti kebanyakan orang yang menujukan tatapannya ke arah tubuh Opik. Hujan deras, main hujan-hujanan, pasti bukan orang waras! Batin banyak orang kompak. Tapi seperti tahu jika dirinya sedang menjadi pembicaraan batin banyak orang, Opik lalu mengedarkan pandangannya. Tersenyum!
“Benar-benar anak yang kurang waras!”
“Eh, bukannya itu kawan engkau?”
“Iya, satu kos aku. Ah, biar sajalah dia berulah. Tinggal aku lihat lah bagaimana ia terkapar nanti di kamar,” sahut yang lain.
Opik jelas tidak mendengar. Ia asyik berjalan santai, tidak terburu-buru, dan begitu menikmati tetesan-tetesan besar hujan yang menerpa kepala hingga tubuhnya.
Opik rindu bermain dengan hujan. Ia ingat pertama kali ketika memutuskan bermain dengan hujan, saat berada di rumah mbahnya yang ada di Lamongan. Ada sebuah tambak di depan rumah mbahnya. Setiap kali hujan, orang pun banyak keluar rumah bak merayakan sebuah pesta besar. Dari anak kecil, hingga mbah-mbah! Bekal mereka bisa dua macam, satu sachet sampo, atau sebungkus sabun padat.
Versi pertama, tambak menjadi tujuan awal bagi mereka yang baru saja keluar rumah. Usai berenang sepuasnya, giliran membilas badan yang dilakukan di bawah guyuran air hujan. Bersih, pulang, membilas lagi, dan tinggal menikmati berbagai jajanan gorengan yang jadi ciri khas hampir setiap rumah.
Versi ke dua, jalan-jalan dulu sepuas-puasnya berkeliling kampung menikmati siraman hujan. Syukur-syukur acara keliling ini bisa sekalian menjemput teman-teman lain yang pastinya kebanyakan akan memutuskan turut serta keluar rumah. Jika massa sudah terkumpul banyak, waktunya sesi bermain di dalam tambak. Adu renang, menggoda kelompok lain, atau sekedar berdiam diri di tepian. Bilasnya dilakukan di rumah masing-masing, atau di dalam tambak itu juga.
Dan mereka semua tidaklah pernah menyiarkan kabar jika si A sakit usai bermain hujan-hujanan. Atau, Si B masuk rumah sakit karena demam akut. Semuanya selamat, semuanya senang, dan semuanya menganggap itu sebagai ritual tradisi.
Kini, Opik mengulang kenangannya, dengan optimisme jika ia pastinya tidak akan sakit akibat kehujanan. Lamunannya akan tanah nenek moyangnya pun membuatnya tak sadar jika ia sudah berada di depan pagar kos tempatnya tinggal.
Meski ia optimis tidak akan sakit, namun tetap saja ia ingat petuah sang ibu. “Masak air panas buat mandi jika habis kena hujan. Biar tak sakit dan menggigil engkau setelahnya!” Dan petuah itu ia turuti dengan patuh kini.
Namun, optimisme Opik mulai mengikis ketika dirasanya sedikit rasa tidak mengenakkan menyerang di bagian kepalanya. “Walah, petuah ibu pun sudah kuturuti. Kenapa pula kepala ini masih terasa pening?” desah Opik.
Jurus kedua lalu ia lakukan. Membuat secangkir minuman coklat panas, campur kopi seujung sendok. Lumayan, jurus itu agak meredakan peningnya. “Hm, mungkin jika petuah ibu dan minuman ini tidak aku minum, entah apa pula ya rasa badan ini?”
“Kenapa Pik?” Bagus membuka pintu kamar Opik dengan kepala yang hanya menyembul.
“Entahlah ini, agak tak beres badan rasanya!” senyum Opik sedikit menyengir.
“Itulah engkau ini, buat sensasi tak jelas di waktu hujan deras. Kesambet apa kau pulang dari kampus tadi?”
“Ah, tak ada lah. Hanya ingin suasana beda saja!”
Bagus paling hapal dengan Opik, tentang kebiasaannya yang tak bisa mudah untuk dikalahkan bantahannya. Dan akhirnya, Bagus memilih pergi dari kamar Opik sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Opik mengambil sarungnya, memilih tidur bergaya udang melingkar, dan lalu memejamkan mata dengan senyum mengembang.
“Drt… drt…” nada getar di ponsel Opik yang dinonaktifkan suaranya membuat mata Opik kembali terjaga. Telepon dari Indah, dan ia memutuskan untuk menerimanya.
“Pik, maaf ya tadi aku nggak langsung jawab. Kamu marah ya? Uhm, tadi kok sampai aku lihat kamu hujan-hujanan begitu.”
“Hehehe…” Opik terkekeh. Itulah yang ia suka dari Indah, selalu memberinya perhatian di saat yang tepat.
“Pik, beneran deh aku minta maaf. Sulit lah Pik buat jawab. Engkau itu sudah aku anggap sebagai teman yang dekat sekali. Sampai tak bisa lah dibilang ada rasa spesial.”
“Hm…” Opik cuma mengeluarkan suara deheman panjang.
“Eh, hei, kamu sakit ya? Dari tadi kok tak seberapa ada suara begitu?”
“Ah, biasalah ini Ndah! Akibat lama nggak main hujan-hujanan!”
“Uhm… nggak gara-gara aku nggak jawab?”
“Hahaha… tak sampai gitu lah Ndah! Cuma ingin suasana unik dan beda saja hari ini. Bisa menyatakan rasa suka ke kamu, main hujan-hujanan setelah lama tak pernah main hujan, yah… ingin hari yang beda saja!”
“Jadi, nggak usah langsung aku jawab, uhm… nggak apa-apa kan?”
“Hahaha, emangnya aku tadi tanya apa? Aku cuma bilang suka. Nggak nanya apa-apa kan?”
Lama tak ada suara dari Indah.
“Halo… halo…”
“Lha, terus maksudnya apa sih Pik? Wah, aku yang udah kege-eran ya?”
“Ah sudahlah, kita bicarakan lagi besok kalau ketemu di kampus yah? Oke?” Opik ingin menyudahi teleponnya.
“Oke.”
Usai telepon terputus, Opik tersenyum. Tiba-tiba rasa nyeri di kepalanya hilang, dan tubuhnya merasakan hangat yang menjalar. “Hari ini aku puas!” cetusnya dan kembali meneruskan tidur gaya udangnya. Ternyata ramalan bintang yang tadi sempat dibacanya, yang selama ini selalu tak pernah ia percaya, justru jadi inspirasinya hari ini. Cobalah sesuatu yang unik!
Catatan: Cerpen ini saya buat spontan setelah membaca quotation mantan mahasiswa saya di Politeknik Batam. Jadi untuk siapapun yang merasa, hehehe… ini hanya rekaan fiksi saja lho!

footer widget