Club Cooee

Rabu, 03 Agustus 2011

Sahur Jangan Dianggap Sepele


Mengatur Makan Sahur

Makan sahur jangan dianggap sepele. Tidak jarang orang enggan bangun untuk sahur. Padahal, makan sahur bukan sekadar agar saat berpuasa tidak merasa lapar, melainkan untuk mengimbangi zat gizi yang tidak diperoleh tubuh selama sehari berpuasa. Karena itu, makan sahur tidak boleh sekadar kenyang, tetapi harus bergizi tinggi.

Jadi, hidangan untuk makan sahur harus bisa menjadi cadangan kalori atau protein tinggi serta membuat lambung tidak cepat hampa makanan. Dengan demikian, rasa lapar tidak cepat dirasakan. Makanan untuk sahur yang cukup kandungan protein dan lemak adalah telur, ikan, dendeng, daging, dan sebagainya.

Puasa tidak harus menimbulkan gangguan kesehatan, bahkan dalam banyak kasus justru membuat tubuh menjadi bugar. Untuk itu, memang diperlukan pengaturan makan sahur dan berbuka puasa yang benar karena makan sahur dan berbuka tidaklah sekadar memasukkan makanan. Dikaitkan dengan pentingnya masalah makan sahur ini, ada sebuah hadis dari Anas r.a., Rasulullah Saw. bersabda, “Sahurlah kamu karena di dalam sahur itu terdapat berkat.” (HR. Bukhari)
Artinya, Rasulullah Saw. sendiri menegaskan pentingnya makan sahur bagi umat Islam yang hendak melaksanakan puasa. Selain mengandung berkat, makan sahur juga menyimpan misteri manfaat bagi kesehatan dan kebugaran tubuh manusia.

Berbeda dengan puasa yang dilakukan umat Islam yang mengenal makan sahur, puasa-puasa umat lain (Nasrani dan Yahudi) tidak melalui makan sahur sehingga puasa yang mereka lakukan memberatkan karena tanpa persiapan yang mantap. Karena itulah Rasul bersabda, “Yang membedakan puasa kita dengan puasa Ahli Kitab adalah makan sahur. “(HR. Muslim)

Adapun fungsi sahur adalah untuk meneguhkan jiwa dan raga dengan niat berpuasa pada esok harinya. Makan sahur adalah pengisian amunisi untuk menjaga stamina tubuh agar tetap fit esok harinya. Karena perut yang sudah diisi secukupnya dengan makanan cukup gizi dan memenuhi standar kesehatan akan diolah dan setelah 8 jam kemudian baru dicerna. Artinya, kalau kita berpuasa selama 14 jam, maka setelah 8 jam akan dicerna. Kemudian setelah itu adalah masa penyerapan sari-sari makanan di usus halus yang akan menjadi energi bagi kita.

Setelah itu lambung istirahat total, demikian juga alat-alat pencernaan lainnya. Dengan demikian, sahur bukan saja mempersiapkan diri untuk tidak akan makan dan minum lagi, tapi dengan sahur kita juga menyiapkan cadangan makanan yang kelak akan dicerna pada siang hari.

Lantas, bagaimanakah kalau tidak sahur? Jelas, lambung kita akan kosong sejak malam hingga sore menjelang berbuka. Padahal, kita pada siang harinya akan bekerja melakukan berbagai aktivitas yang memerlukan energi tinggi. Apalagi pada zaman super-modern ini yang menuntut kita selalu sibuk dengan pekerjaan. Tanpa sahur, kita akan lemas, loyo, dan tidak bertenaga (kehabisan energi). Ini bisa berakibat buruk pada kinerja dan produktivitas kerja kita.

Sahur bisa diibaratkan kalau kita berencana bepergian jauh menggunakan mobil, misalnya mudik. Mobil harus kita periksa oli dan radiator, bensin diisi penuh (fulltank), ban yang gundul diganti, dan sebagainya.

Selain itu, kita juga perlu membawa obat-obatan, bekal.’ secukupnya berupa uang, oleh-oleh, dan pakaian untuk dipergunakan untuk mudik. Tujuannya tidak lain agar dalam perjalanan jauh tersebut tidak menghadapi kesulitan atau halangan yang berarti.

“Semua sahur adalah berkah maka janganlah kalian meninggalkan walaupun di antara kalian hanya meneguk air Sesungguhnya Allah dan Para malaikat-Nya bershalawat atas orang-orang yang melakukan sahur.” (HR. Ahmad dan Al-Mundziri)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

footer widget