Segi-segi negatif obat
Segi-segi negatif obat perlu diketahui masyarakat. Obat adalah salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia. Setiap orang pasti pernah merasakan jatuh sakit, misalnya kepala pusing, batuk, pilek atau perut mules dls. Untuk menyembuhkan atau mengurangi rasa sakit, maka biasanya langsung minum obat. Umumnya masyarakat kurang memahami bahwa obat selain menyembuhkan penyakit, juga mempunyai efek samping yang merugikan kesehatan. Bahaya ikatan dari obat sering timbul pada penyalahgunaan obat, misalnya terlalu sering dan sembarangan minum obat tanpa pemeriksaan dokter/nasihat dokter atau minum obat terlampau banyak/takaran yang salah.
Beberapa pengaruh buruk dari obat yang perlu dipahami oleh masyarakat umum ialah:
Pengaruh samping obat (efek samping obat)
Selain khasiat obat yang berguna menyembuhkan penyakit, obat memiliki juga pengaruh negatif yang selalu timbul bersama dalam pemakaian obat. Misalnya obat penawar nyeri Asetosal sering menimbulkan akibat sampingan perdarahan lambung yang dapat membahayakan kesehatan pemakainya. Demikian pula Fenasetina yang dulu banyak digunakan untuk bahan obat flu, ternyata dapat menyebabkan kerusakan ginjal, sehingga sekarang telah diamankan dari peredaran bebas.
Keracunan obat
Dalam arti sempit, keracunan obat adalah gejala-gejala yang ditimbulkan oleh obat bila dipakai dalam dosis yang terlalu tinggi atau dalam waktu yang terlalu-lama (Drs. Y.P. Jokosuyono) atau juga bila minum obat yang salah: misalnya obat anti diabetes bekerja menurunkan kadar glukosa darah pada penyakit “kencing manis”, akan mengakibatkan kadar glukosa darah menjadi sangat rendah dan menyebabkan pemakainya lemas/pingsan.
Alergi obat
Alergi obat adalah reaksi timbul terhadap suatu obat karena kepekaan seseorang terhadap obat tsb., misalnya alergi Penisilina pada orang tertentu menyebabkan gatal-gatal, pada orang lain dapat menyebabkan shock yang membahayakan jiwanya.
Pengaruh negatif bila dua macam obat atau lebih dipakai secara bersama.
Dua macam obat bila dipakai bersama dapat merugikan, misalnya obat yang satu dapat mengurangi khasiat obat yang lain atau malah karena reaksi kimia antara obat-obat itu menyebabkan terbentuk zat lain yang tidak berkhasiat atau malah mungkin beracun. Pencampuran Kinina dengan Asetosal dapat membentuk Kinotoksina yang tak berkhasiat untuk obat Malaria tetapi malah beracun. Untuk itu beberapa petunjuk umum yang patut dicatat ialah:
Obat penurun tekanan darah tinggi Reserpina sebaiknya jangan diminum bersama dengan:
- Obat jantung Digoxin
- Obat yang mengandung parasetamol (Contracol; Decolgen)
- Obat Antialergi (Avil, Allerson; Phenergan)
Antibiotik Tetrasiklina (Dilmocyclin; Tetraplex)
Jangan diminum berbarengan dengan:
- Tonicum yang banyak mengandung zat besi
- Obat penawar asam (antacid) misalnya Promag; Aludona; Mylanta dls.
Obat antihamil (Microgynon; Lyndiol) jangan dimakan bersama dengan:
- Obat penyakit rematik (Kalrhenma; Pehazon; Stoppain; Tomanol dls.).
- Obat yang mengandung Barbiturat (Bellergal; Bellaphe Cosadon dls.)
- Obat antialergi/antihistamin (AVIL; CTM; Antistine dls.)
PPPK disetiap keluarga
PPPK harus ada di setiap keluarga. Mempunyai persediaan obat secukupnya di setiap keluarga adalah perlu, lebih-lebih bila di dalam keluarga tersebut terdapat banyak anak, sebab kemungkinan anak-anak dapat mendadak sakit perutnya, merasa pusing dan sebagainya. Tidak jarang pula anak-anak sering mengalami kecelakaan yang tidak kita sangka-sangka, misalnya jatuh terpeleset, teriris pisau, tertusuk duri atau jarum, luka kena tali layang-layang, luka kena mercon, terjepit pintu dan sebagainya.
Keadaan-keadaan yang demikian itu membutuhkan pengobatan pertolongan pendahuluan, sebab kalau tidak demikian kemungkinan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti infeksi, bengkak-bengkak, pingsan dan sebagainya.
Masih banyak orang yang berpendapat untuk apa menyimpan obat di rumah yang dianggapnya seperti apotek saja. Kalau toh ada salah seorang keluarga yang sakit kan dapat dibawa ke dokter. Bukankah sekarang dokter sudah banyak? Memang benar sekarang dokter sudah banyak, lebih-lebih di kota besar. Apotek pun sudah banyak, demikian pula halnya dengan kios-kios obat. Tetapi coba bayangkan, apabila saudara tinggal di tempat yang agak terpencil, lalu misalnya kaki anak saudara luka kena pecahan kaca, sedangkan di dalam rumah tidak tersedia obat merah (merkurokrom), kapas atau plester. Kebetulan juga pada saat itu hujan lebat dan saudara tidak mempunyai kendaraan untuk pergi ke dokter atau pada saat itu hari Minggu yang sangat sukar sekali mencari dokter yang sedang dinar jaga. Dari contoh tersebut di atas, dapat dimengerti betapa pentingnya persediaan obat-obatan di dalam setiap keluarga.
Untuk keperluan bepergian, kalau tidak tersedia kotak obat PPPK, cukuplah disediakan satu dos yang berisi obat-obat seperti di bawah ini:
- 1 botol obat merah 30 cc (merkurokrom) atau yang sejenis.
- 1 pak kapas 10 gram.
- 1 gunting kecil.
- 1 rol plester.
- 1 pot salep minyak ikan.
- 1 botol obat gosok seperti rheumason atau yang sejenis.
- 1 pot plastik yang berisi tablet Refagan.
- tensoplast cukup 4 biji.
- 1 bungkus sulfanilamid steril.
-1 botol kecil yang berisi larutan rivanol.
Untuk persediaan di rumah, perlu dari daftar yang disebut di atas ditambah lagi dengan:
- 1 botol minyak kayu putih 100 ml.
- 1 botol boorwater 300 ml.
- 1 buah gelas cuci mata.
- beberapa biji verband. (perban)
- 1 botol alkohol 70%.
- 1 pak hidrophyl gaas.
- 1 pot plastik yang berisi tablet novalgin cukup 10 biji.
- 1 pot plastik yang berisi tablet istisin cukup 10 biji.
- 1 pot plastik yang berisi euchinin cukup 10 biji.
- 1 pot plastik yang berisi tablet trisulfa cukup 10 biji.
- 1 pot plastik yang berisi tablet norit cukup 4 biji.
Perlu kami berikan sedikit penjelasan mengenai kegunaan obat-obat yang tercantum di atas, yaitu:
- Refagan bisa digunakan sebagai obat masuk angin terutama dalam per-jalanan, juga untuk menurunkan panas, meriang, pusing-pusing dan lain-lainnya.
- Boorwater untuk keperluan mencuci mata yang kelilipan, bisa juga untuk mengompres bengkak-bengkak dll.
- Novalgin dapat digunakan untuk menghilangkan rasa sakit, misalnya sakit kepala, pegal-pegal dll.
- Euchinin sebagai obat penurun panas, terutama untuk anak-anak.
- Norit digunakan untuk murus-murus yang mendadak, entah itu
disebabkan karena masuk angin, salah makan dll.
- Salep antihistamin dipakai apabila gatal-gatal karena gigitan nyamuk gigitan serangga, bintik-bintik merah karena alergi terhadap sari bunga, makanan tertentu dll.
- Istisin digunakan sebagai obat kuras bila seseorang sudah 3 — 4 hari tidak buang air besar.
- Alkohol 70% untuk mencuci luka-luka yang kotor, mis. kena tanah, baru kemudian diolesi dengan obat merah dan dibiarkan mengering sendiri, jangan ditutup dengan perban.
Bila lukanya lebar dan terjadi di bagian sendi/siku/lutut (misalnya kecelakaan, terjatuh di lapangan tenis) sebaiknya sesudah diberi pertolongan seperti di atas diberi pula sofra-tulle, yaitu gaas steril yang mengandung obat antibiotika dalam minyak, kemudian baru diplester atau diperban.
- Sulfanilamid steril digunakan untuk mengobati luka-luka yang tidak bernanah, biasanya digunakan untuk luka yang tidak dalam (kena pecahan botol, kaca). Luka tersebut terpaksa harus dibalut/diperban.
- Minyak kayu putih untuk digosokkan pada perut yang kembung atau bagian kulit yang gatal-gatal. Ada juga ibu-ibu rumah tangga yang menggunakan untuk kerikan (kerokan) bila masuk angin.
Obat-obat tersebut di atas semuanya termasuk obat bebas yang dapat dibeli di apotek atau toko obat, kecuali novalgin dan trisulfa harus dengan resep Dokter. Tetapi nyatanya hampir terdapat di semua toko obat. Menurut hemat kami, asal tahu pemakaiannya, kami kira obat itu tidak akan berbahaya.
Dengan tersedianya obat-obat seperti tersebut di atas pada setiap keluarga dan mengetahui cara penggunaannya, maka kita dapat menghindari hal-hal yang tidak kita inginkan dan pertolongan dapat segera kita berikan.
Pembagian obat menurut undang-undang
Oleh Undang-undang, obat dibagi menurut tingkat keamanannya menjadi beberapa kelompok. Kelompok-kelompok ini selanjutnya menentukan mudah sukarnya obat didapatkan di pasaran. Obat relatif aman (relatif kurang beracun) akan lebih mudah didapat daripada obat yang kurang aman (relatif lebih beracun). Makin kurang aman atau makin berbahayanya suatu obat, makin ketat obat itu diawasi peredarannya dan pemakaiannya oleh pemerintah. Sehingga untuk mendapat obat-obat tersebut harus dengan resep dokter dan hanya dapat dibeli di apotek.
Ada empat kelompok obat berdasarkan keamanannya:
Kelompok obat bebas
Sesuai dengan namanya, obat-obat dalam golongan tersebut di atas dapat dijualbelikan dengan bebas, tanpa resep dokter dan dapat dibeli di apotek, toko obat maupun warung-warung kecil. Sebagai tanda obat bebas, pada pembungkusnya diberi tanda khusus, warna hijau di dalam lingkaran warna hitam.
Termasuk dalam kelompok ini ialah: Vitamin B kompleks, vitamin B1, tablet vitamin A, vitamin C, multivitamin dan sebagainya.
Golongan obat bebas ini biasanya tidak membahayakan jiwa, dalam arti kata yang agak luas: bila makan jumlah 10-20 biji sekaligus pun belum
tentu sampai mati saat itu juga.
Kelompok obat bebas terbatas
Pada zaman Belanda, kelompok ini juga disebut obat daftar W (W = Waarschuing = peringatan). Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini dapat dijualbelikan secara bebas dengan syarat hanya dalam jumlah yang telah ditentukan dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda peringatan ditulis dengan huruf putih di atas kertas yang umumnya berwarna hitam.
Ada 6 macam tanda peringatan yang dipilih sesuai dengan obatnya: Peringatan No. 1: Awas! Obat keras. Bacalah aturan memakainya. Peringatan No. 2: Awas! Obat keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan. Peringatan No. 3: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar badan. Peringatan No. 4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar (untuk rokok asma)
Peringatan No. 5: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan.
Peringatan No. 6: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan.
Tanda lain untuk obat bebas terbatas ini, pada pembungkusnya diberi tanda khusus, warna biru di dalam lingkaran warna hitam.
Yang termasuk dalam kelompok ini: tablet antimo, merkurokrom, Vitamin E (maksimal 120 mg), kreosol dan lain-lain.
Kelompok obat keras
Di dalam kefarmasian dan di zaman Belanda dahulu obat-obat yang termasuk dalam golongan ini terkenal dengan obat-obat golongan daftar G (gevaarlijk = berbahaya) atau daftar obat keras.
Obat-obat golongan ini sangat berbahaya, mempunyai kerja sampingan yang sangat besar dan untuk mendapatkannya diperlukan resep dokter yang Hanya dapat dibeli di apotek. Pada pemakaian yang tidak hati-hati dapat mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan dan dapat mengakibatkan maut, misalnya menimbulkan gangguan pada metabolisme, gangguan pada saluran kencing, mengakibatkan penyakit kurangnya pembentukan bentuk darah tertentu (agranulocytosis) dan lain-lainnya.
Lebih dari 100 bahan obat termasuk dalam kelompok ini, meliputi antibiotika, obat-obat yang tercantum dalam daftar obat bebas terbatas, bila jumlahnya melebihi dari apa yang ditentukan oleh daftar itu, obat-obat yang berpengaruh pada susunan saraf seperti obat penenang, obat-obat yang digunakan dengan cara penyuntikan dan masih banyak lagi yang lain-nya.
Sebagai tanda obat keras, pada pembungkusnya diberi tanda khusus, huruf K dengan latar belakang warna merah, di dalam lingkaran warna hitam.
Kelompok narkotika
Obat ini seperti halnya dengan obat daftar G, hanya dapat diperoleh di apotek dengan resep dokter. Dalam dunia kefarmasian terkenal dengan obat golongan 0 (0 = opium). Berbeda dengan obat keras, peredaran obat narkotika ini sangat ketat dan diawasi oleh badan pengawas obat. Di apotek, keluar masuknya obat-obat narkotika ini dicatat dan dilaporkan kepada badan pengawas obat. Obat-obat narkotika ini mempunyai akibat buruk, tidak hanya pada badan pemakainya, tetapi juga terhadap masyarakat sekelilingnya. Hal ini disebabkan karena mengakibatkan kecanduan, ketergantungan pada obat tersebut dan dapat merusakkan kepribadian pemakainya. Jadi masalah narkotik ini bukan hanya merupakan masalah medis tetapi juga merupakan masalah sosial. Contoh obat narkotika: morfina, kokaina, petidina dan sebagainya.
Sebuah peraturan lain untuk melindungi pemakai obat adalah keharusan disertakannya brosur pada setiap obat yang dijual, baik itu obat keras, obat bebas terbatas maupun obat bebas. Di dalam brosur itu tercantum hal-hal yang perlu diketahui sebelum pemakai obat meminumnya, seperti dosis, aturan pakai, waktu pemakaian, indikasi (penyakit yang dapat diobati obat tersebut), kontra indikasi (keadaan-keadaan pemakai di mana tidak diizinkan memakai obat tersebut), kerja sampingan yang mungkin timbul dan sebagainya. Sayangnya, masyarakat kita masih sering mengabaikan brosur tersebut dan tidak membacanya lebih dahulu sebelum memakai/meminum obat tersebut, bahkan sering dibuang begitu saja. Ini sebetulnya suatu hal yang patut disayangkan.
Sebagai tanda obat narkotika, pada pembungkusnya diberi tanda khusus, palang merah dengan latar belakang putih, di dalam lingkaran warna merah.
Source : http://artikelterbaru.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar