Pendidikan bakat atau kecerdasan bawaan
Bakat atau kecerdasan bawaan bisa dikembangkan melalui pendidikan, baik formal maupun non-formal. Pendidikan tidak identik dengan sekolah atau kampus. Sekolah atau kampus adalah wadah dari pendidikan yang telah disistematisasikan sedemikian rupa, diformalisasikan, dan diseragamkan melalui kurikulum.
Sekolah atau kampus tidak di desain bagi orang jenius. Itulah sebabnya orang-orang seperti James Watt, Thomas Alva Edison, Aristotle Onassis, dan Bill Gates, tidak mendapat tempat dalam sekolah formal. Tapi mereka antusias untuk melakukan apa yang mereka sukai di dunia nyata. Dan mereka berhasil meraih sukses spektakuler karena mereka tekun dan panting menyerah.
Arti pendidikan jauh lebih luas dibandingkan sekolah atau kampus. Jalanan pun bisa menjadi sarana pendidikan, atau menjadi tempat bagi seseorang untuk mengembangkan kecerdasannya. Banyak orang kaya yang mengasah kemampuannya mencari uang dengan hidup di jalanan. Banyak konglomerat yang usahanya menggurita karena mengasah “kecerdasan jalanan” atau street smart?
Uraian ini sama sekali tidak bermaksud memandang remeh pendidikan formal. Sekolah dan kampus tetaplah penting bagi pendidikan kita. Yang harus kita lakukan adalah membuat kehidupan nyata ini berfungsi seperti sekolah dan kampus bagi kita. Jalanan pun bisa menjadi sekolah bagi kita, kalau kita bisa memetik pelajaran-pelajaran penting darinya.
Dunia kerja juga bisa menjadi tempat bersekolah, kalau kita bekerja memang sungguh-sungguh berniat untuk belajar, bukan hanya mencari uang. Di mana pun tempat kita berada saat ini, bisa kita anggap sebagai sekolah atau kampus kehidupan, tempat kita memperoleh pelajaran-pelajaran hidup.
Sekolah tetap saja penting bagi kehidupan kita. Bayangkan saja, betapa apesnya kalau hari gini masih ada orang yang buta huruf di zaman internet ini. Itulah pentingnya sekolah. Yang sering kita lupa, bekal yang kita peroleh dari sekolah atau kampus formal saja tidaklah cukup bagi kita untuk bertarung di rimba kehidupan.
Ada tiga jenis pendidikan yang sangat perlu diperoleh setiap orang, karena sangat penting sebagai “senjata” menghadapi kehidupannya.
Pendidikan Skolastik
Yaitu tempat kita belajar membaca, menulis, dan berhitung. Walaupun banyak orang mengritik bahwa sekolah zaman sekarang sudah tak berfungsi membentuk karakter dan kepribadian siswa, tetapi sekolah dan guru-guru masih tetap layak dapat tempat terhormat. Di zaman informasi ini, keterampilan membaca, menulis, dan berhitung telah menjadi basic skill. Keterampilan membaca, menulis dan berhitung adalah alat yang utama untuk mengembangkan bakat dan kejeniusan seseorang.
Yang terpenting adalah bagaimana menggunakan skill membaca, menulis, dan berhitung untuk bertarung dalam kehidupan nyata. Kebanyakan di antara kita hanya puas dengan membaca buku-buku pelajaran dan literatur wajib. Banyak di antara kita hanya terpaksa membaca hanya untuk mengerjakan soal-soal ujian. Setelah ujian usai, segala yang kita baca segera terlupa.
Padahal, ilmu dan wawasan akan jauh berkembang kalau kita membiasakan menggunakan reading skill untuk membaca apa pun yang berguna bagi pengembangan karir dan masa depan. Kalau kita hobi membaca buku, lama kelamaan akan terbentuk keterampilan untuk membaca konteks. Yang kita baca bu¬kan semata-mata huruf yang tercetak rapi, tetapi juga maksud-maksud yang tersembunyi. Keterampilan membaca konteks akan dapat kita kuasai apabila kita sudah memiliki kebiasaan membaca freading baht) yang memadai.
Begitu juga menulis dan berhitung. Menulis pada prinsipnya mengajarkan kita membentuk pola pikir yang sistematis dan runtut. Jadi, kebiasaan menulis (writinghabit)akan membentuk kemampuan kita berfikir konseptual, terarah, sistematis, metodologis, dan terencana. Semua itu akan membuat karakter kita menjadi lebih sempurna.
Sedangkan kebiasaan berhitung membuat kita memiliki sense yang baik terhadap angka-angka, sehingga kita bisa mengambil keputusan yang lebih rasional. Dalam konteks dunia usaha, menguasai angka berarti menguasai segalanya. Jika Anda tak bisa menghitung¬nya, maka Anda tak bisa mengendalikan bisnis Anda. Jika Anda tak bisa mengendalikan bisnis Anda, maka bisnis yang Anda bangun akan kolaps, cepat atau lambat. Kebiasaan berhitung adalah basis dari kecerdasan finansial.
Pendidikan Profesional
Pendidikan profesional mengajarkan kita keterampilan praktis yang bisa diterapkan pada saat kita sudah bekerja. Banyak skill praktis yang bisa diperoleh siswa dari pendidikan ini, misalnya akunting, montir, pendidikan sekretaris, computerskill, bahasa asing, dokter, perawat, pengacara, teknisi handphone, dan lain- lain.
Pada hakikatnya, keterampilan sebagai profesional bisa menjadi bekal kita untuk bertahan hidup. Dengan bekerja sebagai montir, seseorang bisa mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan menguasai keterampilan komputer, seseorang bisa memilih jenis pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya. Dengan keahlian mendiagnosis penyakit dan meresepkan obat, seorang dokter mendapatkan imbalan yang lebih dan lumayan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Namun, pendidikan profesional belum mengajarkan kita cara-cara konkret untuk bisa menggapai mimpi-mimpi kita. Pendidikan profesional hanya mengajarkan kita untuk mencari uang, bukan mengelola atau melipatgandakan uang. Pendidikan profesional hanya mendidik kita untuk mendapatkan penghasilan, bukan untuk menjadi kaya dan bebas secara finansial. Bahkan, banyak jenis pendidikan profesional yang tidak mengajari siswanya bagaimana mendapatkan pekerjaan yang sesuai.
Padahal, untuk memperoleh uang, kita harus menemukan salurannya. Untuk menemukan saluran itu, diperlukan skill khusus supaya dapat mencari dan menemukan pipa saluran kekayaan yang tepat. Kalau pun uang sudah didapat, diperlukan pula kemampuan khusus agar uang tersebut tidak terbuang percuma.
Berapa banyak atlet atau selebritis yang kaya-raya pada saat jaya, tetapi jatuh miskin ketika mulai tersisih dari persaingan? Berapa banyak kaum profesional yang hidup mapan pada usia puncak produktif, namun jatuh miskin begitu memasuki usia pensiun? Bahkan, mayoritas PNS (pegawai negeri sipil) hidup cukup memprihatinkan ketika pensiun. Bukan hanya post power syndrome, mereka juga mengalami penurunan kesejahteraan karena pendapatan yang terpangkas. Malangnya, tak banyak di antara mereka yang telah mempersiapkan passive income setelah tiba saatnya pensiun.
Beberapa orang mendapatkan “rejeki nomplok” karena berbagai sebab. Entah memenangkan undian, atau mendapat warisan. Tetapi tidak banyak di antara mereka yang mampu mengelola uang tersebut hingga beranak-pinak. Walaupun mendapat banyak uang, tapi kalau tidak siap, uang itu akan menguap sia-sia. Mereka akan terjun kembali ke jurang kemiskinan.
Mereka tidak akan mengalami nasib begitu buruk, jatuh miskin dan kehilangan harga diri, kalau mereka tidak hanya terfokus pada pendidikan formal dan profesional. Seandainya saja mereka mampu menyeimbangkan antara pendidikan formal, pendidikan profesional, dan satu lagi jenis pendidikan yang kian terasa penting dewasa ini; yaitu pendidikan finansial.
Pendidikan Finansial
jenis pendidikan yang ketiga adalah pendidikan financial, yang mengajari kita cara mengelola uang, dan membuat uang bekerja untuk diri kita. Pendidikan finansial tidak dimaksudkan agar kita diperbudak uang. Justru sebaliknya, orang yang cerdas secara finansial hidupnya relatif terbebas dari dominasi yang. Mereka tahu apa yang bisa dibeli dengan uang, dan juga apa yang tidak bisa dibeli dengan uang. Mereka terbebas dari keharusan mencari uang untuk memerintahankan hidup. Itulah sebabnya, Kiyosaki menyebut mereka “bebas secara finansial”.
Menurut anggapan banyak orang, pendidikan finansial hanya cocok bagi mereka yang memiliki banyak uang. Pendidikan tentang bagaimana mengelola uang hanya layak diterima oleh para bos, anak-anak orang kaya, atau mereka yang memang sudah kaya. Kenyataannya tidak demikian. Justru orang-orang kaya itu pada umumnya memiliki pendidikan finansial yang baik, sehingga lebih siap bertarung melawan ke¬las menengah dan orang miskin yang tidak dibekali dengan pendidikan finansial yang memadai.
Pendidikan finansial penting bagi semua orang. Justru kaum miskin dan kelas menengah yang sangat memerlukannya, agar mereka mampu meninggalkan jurang kemiskinan. Tidak masalah dengan berapa banyak uang yang Anda punya. Tidak masalah berapa banyak aset yang Anda miliki. Pendidikan finansial tidak terkait dengan jumlah uang maupun aset yang lain. Yang terpenting adalah cara berpikir Anda mengenai uang. Itulah yang akan diajarkan melalui pendidikan finansial. Dengan cara berpikir yang tepat, diri Anda akan menjadi magnet yang mendatangkan uang.
Robert T. Kiyosaki menganggap pendidikan finansial sangat penting. Kalau seorang artis, dokter, pengacara, manajer, atau atlet profesional tak pernah mendapatkan pendidikan finansial, maka mereka sangat mudah terjebak utang. Sebab mereka tidak tahu perbedaan antara aset dan liabilitas. Maka, begitu gaji naik, mereka segera menghabiskannya dengan indent mobil baru, beli apartemen (secara menyicil), atau liburan ke luar negeri. Begitu cepat mereka mengubah arus kas menjadi liabilities.
Akibatnya, mereka terjebak dalam “perangkap pekerjaan” yang membuat mereka harus bekerja keras seumur hidup. Dengan pendapatan Rp 3 juta per bulan, seseorang bisa memenuhi kebutuhan pokok (basic need) dirinya dan keluarganya. Begitu gajinya naik dua kali lipat, tentunya ada surplus pendapatan. Tapi surplus itu dipakai untuk menyicil mobil, bukannya diinvestasikan. Lima tahun kemudian, mobil menjadi bobrok dan kehilangan nilainya. Pemiliknya tetap saja terengah-engah membayar kebutuhan hidup sehari-hari.
Banyak orang mengandalkan pendapatan hanya pada sate sumber, yaitu gaji dari kantor. Mereka tak mau mengembangkan sumber-sumber lain. Semakin besar gajinya, semakin tinggi ketergantungannya terhadap pekerjaan. Sebab, makin tinggi pula kebutuhan hidupnya. Inilah dimaksud dengan “terjebak dalam perangkap pekerjaan”. Sebenarnya mereka bosan melakukan pekerjaannya, tetapi tak bisa apa-apa. Mereka hanya pasrah dan mencoba supaya tetap tabah.
Mereka begitu ingin berhenti kerja, lalu berlibur atau nge-game sepuas-puasnya. Mereka ingin bangun jam sebelas siang. Tak perlu harus menahan dingin mandi di pagi buta untuk bersiap-siap pergi ke kantor. Tapi, mereka tak bisa melakukanya. Mereka tak bisa berhenti bekerja.
Sebab, begitu berhenti bekerja mereka langsung kehilangan pendapatan. Padahal, mereka telah punya banyak tanggungan hidup dan beban pembayaran utang dalam jangka panjang, misalnya cicilan rumah dan angsuran mobil. Mereka berjuang mendapatkan kenaikan gaji, namun pengeluaran juga ikut bertambah begitu gaji naik. Mereka pun harus bekerja lebih keras lagi. Seumur hidup, yang bekerja adalah tubuh mereka, bukan aset mereka.
Pendidikan finansial berfungsi untuk melepaskan kita dari “perangkap” itu. Tujuannya supaya kita bisa meraih kebebasan finansial, tidak diperbudak uang dan pekerjaan.
Source : http://artikelterbaru.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar