Club Cooee

Rabu, 26 Oktober 2011

Dihadapannya Para Makhluk Di Depan Allah SWT

Apa yang dimaksud dengan dihadapkannya para makhluk di depan Allah SWT?”

Yang dimaksud dengan hal tersebut adalah berdirinya para makhluk di hadapan Sang Penguasa langit dan bumi, Raja diraja, ditangan-Nyalah segala urusan, Yang Mahakasih kepada orang-orang beriman dan Maha Pembalas dendam dan Perkasa terhadap orang-orang kafir dan musyrik. Maka demi Allah, jika semua langit tujuh dan bumi yang tujuh beserta segala isinya dihadapkan dan berdiri di depan Allah SWT pada hari kiamat, niscaya mereka leleh dan mencair karena merasa malu, takut, dan hormat kepada Tuhan Agung. Semua makhluk tunduk karena kebesaran dan merendah karena kekuasaan-Nya. Di padang mahsyar, para malaikat yang bertubuh besar, dengan jarak antara cuping telinga dan pundak mencapai perjalanan tujuh ratus tahun, tunduk kepada Allah SWT dan mengangguk-anggukkan kepala mereka. Mereka takut kepada-Nya serta malu, dan mengagungkan kebesaran serta rasa hormat atas kekuasaan-Nya serta membenarkan ketuhanan-Nya.

Apa yang dilakukan umat-umat itu, baik dari golongan manusia, jin, binatang, serta burung, jika berdiri di hadapan Allah SWT saat tiba penentuan keputusan dan penghitungan amal perbuatan? Penghitungan amal perbuatan makhluk dilaksanakan dengan bergolongan-golongan, berkelompok-kelompok, dan sendiri-sendiri. Allah SWT mengeluarkan kebaikan atau keburukan sampai sebesar atom, tidak ada sesuatu pun yang tersemhunyi dari mereka. Mereka tidak dapat lari, bersembunyi atau menyamar. Mereka tidak dapat bermuka dua, berbohong, berbuat curang, menelikung atau berkhianat. Mereka tidak memiliki apa pun dan tidak dapat melakukan apa pun. Mereka tidak memiliki apa pun untuk membela diri mereka sendiri, mereka tidak memiliki tipu muslihat untuk diri mereka sendiri, bahkan mereka tidak memiliki kendali terhadap diri mereka sendiri ketika tangan, kaki, dan kulit mereka memberikan kesaksian atas diri mereka. Mereka tidak bisa tidur, begadang, atau istirahat. Kerendahan dan kehinaan tiada terhenti atas mereka. Mereka tidaklah memiliki bobot, harga, dan tidak pula diperhitungkan karena kehinaan, kekerdilan, serta Kerendahan mereka. Mereka berharap agar dijadikan binatang ternak atau binatang buas raja sehingga mereka berubah jadi tanah, sebagaimana binatang dan burung berubah menjadi tanah atas perintah Raja diraja. Dan, ketika di dunia Allah SWT berfIrman kepada mereka:

Lakukanlah apa yang kamu kehendaki! Sungguh, Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS Fushshilat: 40)

Maka, pada hari itu mereka tidak mempunyai kehendak sedikit pun, karena kehendak saat itu hanya milik Allah SWT semata. Dialah Sang Hakim, Sang Pemberi Perintah dan Larangan. Mereka menjulurkan leher dan mata mereka menelisik, tanpa sedikit pun berkedip, hati mereka kosong, dan mereka mengharapkan kematian tetapi tidak akan mendapatkannya. Di depan dan belakang mereka terdapat para malaikat Allah yang kasar dan keras, yang tidak pernah membangkang terhadap perintah Allah dan selalu mematuhi apa yang diperintahkan Allah kepada mereka, dan cukup bagi umat manusia kala itu dengan melihat para malaikat azab dari sekeliling mereka dengan penuh rasa ngeri dan takut.

Allah SWT memberikan izin untuk dimulainya penentuan keputusan dan dihadapkannya semua makhluk di depan-Nya. Mereka beserta apa yang mereka sembah pun datang ke hadapan-Nya, berkelompok-kelompok dengan telanjang dan tanpa alas kaki. ‘I’idak ada perbedaan antara majikan, pembantu, pemimipin, dan hamba sahaya. Keadaan mereka sama saja. Setiap umat berlutut di hadapan-Nya, menunggu penentuan keputusan dan penghitungan amal perbuatan mereka oleh-Nya. Ketika setiap umat telah menempati tempat dan kedudukan yang telah ditentukan dan dipilihkan oleh Allah SWT, mereka pun merangkak di atas lutut mereka.
Allah berfirman:

Katakanlah, “Allah yang menghidupkan kemudian mematikan kamu, setelah itu mengumpulkan kamu pada hari kiamat yang tidak diragukan lagi; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” Dan milik Allah kerajaan langit dan bumi. Dan pada hari terjadinya kiamat, akan rugilah pada hari itu orang-orang yang mengerjakan kebatilan (dosa). Dan (pada hari itu) engkau akan melihat setiap umat berlutut. Setiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya. Pada hari itu kamu diberi balasan atas apa yang telah kamu kerjakan.

(Allah berfirman), ”inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan kepadamu dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan.” (QS Allatsiyah: 26-29)

Prosesi pertama dari dihadapkannya semua makhluk di depan Allah SWT adalah didatangkannya para makhluk dengan kitab amal perbuatan mereka dalam keadaan berlutut atau merangkak dengan lutut mereka dikarenakan keagungan dan menakutkannya keadaan ketika itu. Hal seperti ini juga disebutkan ketika dipertunjukkannya neraka jahanam dengan suara desisannya. Maka, saat itu semua orang merangkak karena panik dan takut. Ibnu Katsir menyebutkan dalam kitab tafsirnya, “Keadaan seperti ini terjadi sampai pada para nabi sekalipun, Nabi Ibrahim a.s., berkata, ‘Diriku, Penjelasan ini akan datang nanti pada saatnya. Semua umat datang dengan merangkak dengan lututnya sampai umat Nabi Muhammad pun demikian juga keadaannya. Tetapi, kemudian Allah SWT memberikan rasa aman kepada mereka dari ketakutan, insya Allah.”

Diriwayarkan dari Abdullah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sepertinya aku melihat kalian dalam keadaan merangkak di dataran tinggi di bawah neraka jahanam.”

Ketika semua makhluk dihadapkan kepada Allah SWT, mereka merangkak dengan membawa buku catatan amal perbuatan mereka. Mereka berada dalam keadaan teratur dengan berbaris untuk menunggu perintah dari Tuhan mereka dan menunggu penghitungan amal perbuatan mereka.
Allah SWT berfirman:

Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami perjalankan gunung-gunung dan engkau akan melihat bumi itu rata dan Kami kumpulkan mereka (seluruh manusia), dan tidak Kami tinggalkan seorang pun dari mereka. Dan mereka akan dibawa ke hadapan tuhanmu dengan berbaris.

(Allah berfirman), “Sesungguhnya kamu datang kepada Kami, sebagaimana Kami menciptakan kamu pada pertama kali; bahkan kamu menganggap bahwa Kami tidak akan menetapkan bagi kamu waktu (berbangkit untuk memenuhi) perjanjian.” Dan diletakkanlah kitab (catatan amal), lalu engkau akan melihat orang yang berdosa merasa ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, “Betapa celaka kami, kitab apakah ini, tidak ada yang tertinggal, yang kecil dan yang besar melainkan tercatat semuanya,” dan mereka dapati (semua) apa yang telah mereka kerjakan (tertulis). Dan tuhanmu tidak menzalimi seorang jua pun. (QS Al-Kahfi: 47-49)

Dan Allah SWT juga berfirman:

Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan suatu kebohongan terhadap Allah? Mereka itu akan dihadapkan kepada tuhan mereka, dan para saksi akan berkata, “Orang-orang inilah, yang telah berbohong terhadap tuhan mereka.” Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) kepada orang yang zalim. (QS Hud: 18)

Dan, Dia juga berfirman:

Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada tuhanmu), tidak ada sesuatu pun dari kamu yang tersembunyi (bagi Allah). (QS Al-Haqqab : 18)

Ayat-ayat Al-Qur’an di atas menerangkan kepada kita bagaimana manusia dihadapkan kepada Tuhan mereka sebelum penghitungan amal dimulai. Dihadapkannya semua makhluk kepada Allah SWT dan dimulainya penghitungan amal perbuatan mereka serta pemberian izin dalam hal tersebut adalah hal yang berbeda. Di antara hari dibangkitkan dan hisab terdapat tenggar waktu, kala itu seluruh umat berbaris dan merangkak dengan lutut mereka.

Diriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy’ari r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda, “Umat manusia pada hari kiamat dihadapkan (di depan Allah SW!) tiga kali, dua kali berupa perdebatan dan permintaan maaf sedangkan yang ketiga adalah ketika kitab-kitab catatan amal beterbangan di antara tangan-tangan mereka. Maka, di antara mereka ada yang mengambilnya dengan tangan kanan dan di antara mereka juga terdapat yang mengambilnya dengan tangan kiri.” (HR Titrmudzi)

Dalam keadaan ini setiap orang disibukkan dengan dirinya sendiri, hanya melibat kepada dirinya sendiri dan berdoa hanya untuk dirinya sendiri. Tidak ada seorang pun yang diperkenankan untuk berbicara, semua orang merangkak dengan lutut mereka dalam barisan yang teratur. Tidak ada yang tahu ke mana tempatnya berpulang dan ke mana ia menuju, sampai-sampai orang-orang mukmin juga takut dan ingat sebagian kesalahan dan dosa mereka, hingga mereka pun mengira bahwa kesalahan dan dosa tersebut akan membinasakan mereka. Semua takut dan mengharap rahmat Allah SWT, mereka lupa kekasih, kerabat, ayah, ibu, serta anak-anak mereka. Kemudian, datanglah celaan dari Tuhan mereka dengan berfirman kepada orang-orang kafir dan musyrik:

… (Allah berfirman), “Sesungguhnya kamu datang kepada Kami, sebagaimana Kami menciptakan kamu pada pertama kali; bahkan kamu menganggap bahwa Kami tidak akan menetapkan bagi kamu waktu (berbangkit untuk memenuhi) perjanjian.” (QS AlKahfi: 48)

Allah menambah celaan dan siksa psikis terhadap orang-orang kafir, setelah penantian lama yang mencapai lima puluh ribu tahun dengan tidak berkata-kata kepada mereka. Ketika mereka dihadapkan ke depan-Nya, Dia mencela kehohongan mereka di dunia. Dia mengatakan bahwa mereka tidak akan kembali (kepada-Nya) dan tidak akan dikumpulkan-Nya seperti telah dijanjikan oleh semua nabi dan rasul¬Nya, dan seperti tercantum dalam kitab-kitab samawi. Dan inilah apa yang dijanjikan kepada mereka yang pada saat itu dalam keadaan rendah dan hina, merangkak dengan lutut mereka dan Para malaikat beterbangan di atas mereka. Maka, ketika Allah SWT berbicara kepada mereka—sebagaimana telah saya katakan—sesungguhnya pembicaraan itu berupa celaan kepada mereka.

Saat itu para malaikat berkata, “Ya, merekalah yang berdusta tentang Tuhan mereka dan mendustakan datangnya hari kiamat, bahkan mereka mendustakan keberadaan Dzat Allah SWT.” Maka para malaikat pun mengutuk mereka pada keadaan yang hina ini.

Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan suatu kebohongan terhadap Allah? Mereka itu akan dihadapkan kepada tuhan mereka, dan para saksi akan berkata, “Orang-orang inilah yang telah berbohong terhadap tuhan mereka.” Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) kepada orang yang zalim. (QS I-hid: 18)

Umat-umat kafir dari segala macam golongan mengetahui lamanya penantian dan celaan Allah SWT kepada mereka berdasarkan kesaksian para saksi. Dari kutukan-kutukan yang ditujukan kepada mereka, mereka tahu bahwa mereka akan binasa. Pada saat itu masing-masing dari mereka berpikir cara membantah kekufuran, kesyirikan, serta kemaksiatan diri mereka dengan menuduh orang lain sebagai penyebabnya atau mendustakan para saksi, rasul, dan malaikat. Seperti itu juga keadaan orang-orang munafik yang menjadikan amal perbuatan saleh mereka sebagai tipuan dan kebohongan demi kepentingan duniawi dan untuk memenuhi keinginan-keinginan mereka. Mereka tidak tahu bahwa Allah SWT Maha Mengetahui segala keadaan mereka dan apa yang mereka simpan di dalam hati mereka, seperti pengetahuan-Nya terhadap apa yang mereka tampakkan secara lahiriah. Pada saat yang sangar rendah dan hina ini, Allah SWT datang dengan apa yang tidak pernah mereka perkirakan sebelumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

footer widget