Penutup ayat itu merupakan teguran dan peringatan bahwa perkawinan seorang lelaki muslim dengan seorang wanita nonmuslim sangat membahayakan keimanan. Maka, apabila zahir syariat membolehkan umat Islam melakukan perbuatan yang berbahaya itu, hal itu hanya dibolehkan pada kondisi yang luar biasa dan karena ada kebutuhan serta kemaslahatan yang luar biasa.
Pembolehan itu menempati posisi keringanan (rukhshah). Umar ibnul Khaththab telah mengingatkan dari perkawinan seperti itu, walaupun Islam saat itu merupakan kekuatan mayoritas. Ia berkata, “Sesungguhnya saya khawatir akan masuknya wanita yang tidak menjaga kehormatannya dan wanita Ahli Kitab ke dalam tubuh umat Islam. Sebaiknya umat Islam, jangan mengambil keringanan ini. Perkawinan seorang muslim dengan wanita-wanita seperti itu, hukumnya lebih dari ‘makruh’.”
Sebagaimana al-Imam Abul A’la al-Maududi berkata, “Telah masuk wanita-wanita Barat ke dalam tubuh masyarakat muslim kemudian mereka berbuat sekuat tenaga untuk mencabut peradaban Islam ke akar-akarya. Yang lebih berbahaya dan lebih keji dari fitnah ini adalah hasil-hasil politis yang mengakibatkan seorang muslim tidak dapat lepas dari penyesalan dan kesedihan, jika hidup bersamanya.
Source : http://artikelterbaru.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar