Mulai dari garis start, karena lari sang kelinci terlalu cepat, dan ketika dia menengok ke belakang, sang kura-kura jauh tertinggal di belakangnya. Saat mendekati garis finish, sang kelinci tergoda akan rindangnya sebuah pohon beringin dan angin yang bertiup sepoi-sepoi, maka tergodalah sang kelinci untuk beristirahat sejenak. Pikirnya pula bahwa kura-kura masih jauh tertinggal di belakang. Sang kelinci tidak mau kehilangan kesempatan menikmati pemandangan yang indah dan angin yang bertiup dengan lembutnya. Akibat dari kelalaiannya, tak disangka akhirnya sang kelinci tertidur pulas. Si kura-kura yang lambat tetapi tekun, mengakhiri perlombaan dengan angka kemenangan.
Cerita dongeng telah membuat saya tersadar bahwa sesungguhnya ada makna tersembunyi di belakangnya. Dongeng tersebut telah membuat saya berimajinasi dan membuat cerita dongeng versi lanjutannya.
Mari menganalisisnya terlebih dahulu. Sesungguhnya sang kelinci mewakili sifat manusia berciri khas “Pintar, cerdas, dan memiliki kemampuan tertentu” tetapi di balik itu tersembunyi sifat sombong, suka memandang enteng lawan dan ceroboh. Sedangkan si kura-kura mewakili orang yang berciri khas “Tekun, sabar, dan rendah hati.” Sifat yang tersembunyi di belakangnya adalah pemikir ulung.
Pada pertandingan versi pertama, sang kelinci dikalahkan. Itu terjadi karena suatu KELALAIAN saja yang tidak disengaja oleh kelinci. Jadi kesimpulan dari cerita versi pertama, KETEKUNAN DAPAT MENGALAHKAN SI PINTAR.
Sang kelinci menyesali kekalahannya. Ia lalu berpikir bahwa kekalahannya hanya disebabkan karena kelalaiannya saja. Jika kesalahannya tidak dilakukan lagi, pikirnya kemudian “sehebat apa pun si kura-kura, tidak mungkin dapat mengalahkan saya dalam hal berlomba lari,” demikian sang kelinci menganalisis kekalahannya. Lalu dibujuklah si kurakura melakukan pertandingan ulang. Karena bujukan dari sang kelinci yang meyakinkan, kura-kura yang bersifat gampangan dan baik hati, diterimalah tanding ulang tersebut. Rutenya tetap dari desa A ke desa B.
Memang terbukti di kemudian, saat pertandingan ulang dilaksanakan. Sang kelincilah pemenangnya. Pesan moral dari cerita versi bagian kedua ini bisa ditarik kesimpulan, bahwa si PINTAR kalau tidak lalai dan mengulangi kesalahan si TEKUN pasti dikalahkan.
Cerita belum selesai. Cerita masih berlanjut ke bagian berikutnya, yaitu cerita versi ketiga. Kali ini, si kura-kura penasaran dan menyusun STRATEGI baru. Ditantanglah kelinci untuk bertanding lagi.
“Kelinci sahabatku, sesungguhnya dua pertandingan lalu, sate kali saya menangkan. Baru yang kedua kamu yang menang. Jadi kita seri . Bagaimana kalau kita bertanding lagi, tetapi dengan RUTE BARU. Pertandingan kita lakukan dari desa A ke desa C.”
Karena mabuk kemenangan yang disebabkan oleh kemenangan pertandingan sebelumnya, sang kelinci menjadi sombong dan takabur. Tanpa meneliti peta rute baru yang disodorkan kura-kura, dia langsung menyanggupi tanding ulang dengan rute baru tersebut. Dalam hati kecilnya sang kelinci berpikir “selama saya tidak lalai dan mengulangi kesalahan saya yang pertama, mana mungkin kura-kura yang lamban bisa menang dariku, walaupun rutenya diganti berkali-kali”. Dengan penuh percaya diri dihadirinya pertandingan rute baru tersebut.
Ketika pertandingan dimulai, berlarilah kelinci dengan cepatnya, dan bertekad mau membuktikan bahwa kalau dia berlari terus dan tidak tergoda dengan pohon dan angin sepoi yang membuatnya kalah di pertandingan pertama, pastilah dia lah pemenangnya. Tetapi apa lacur, ternyata ada sungai yang menghalanginya, sebab pertandingan rute baru tersebut garis finish-nya ada di seberang sungai. Sedangkan sang kelinci tak dapat berenang, maka terpuruklah dia sambil duduk terkulai menyaksikan si kura-kura menyesaikan pertandingan, dan menang.
Dongeng versi ketiga menyadarkan kita bahwa STRATEGI dapat mengalahkan orang pintar yang memiliki kemampuan sekalipun.
Source : http://artikelterbaru.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar