Di pedalaman pulau Batam, ada sebuah desa yang didiami seorang gadis yatim piatu bernama Mah Bongsu. ia bekerja pada Mah Piah sebagai pembantu rumah tangga. Adapun Mah Piah yang kikir dan serakah mempunyai seorang putri bernama Siti Mayang. Pada suatu hari, ketika Mah Bongsu mencuci pakaian di sungai, seekor ular mendekatinya, Mah Bongsu sangt ketakutan. Tetapi ular itu tak menyerang. Ia hanya berenang ke sanake mari sambil menunjukkan luka di punggungnya. Mah Bongsu jatuh kasihan dan memberanikan diri mengambil ular yang kesakitan itu, lulu merawatnya di rumah. Setip kali kulit ularnya terkelupas, Mah Bongsu memunguti dan membakarnya sehingga menimbulkan asap. Jika asap mengarah ke Negeri Singapura, make tiba-tiba terdapat tumpukan emas berlian dan uang. Tetapi apabila asapnya mengarah ke kota Bandar Lampung, datanglah berkodi-kodi kain tapis Lampung. Maka dalam waktu singkat Mah Bongsu menjadi kaya raya. Kekayaan Mah Bongsu membuat orang heran. Namun tak seorang pun merasa dirugikan. Sebaliknya banyak yang diuntungkan karena Mah Bongsu seorang dermawan.
Karena merasa kekayaannya tersaingi, hampir setiap saat Mah Piah dan Siti Mayang mencari tahu rahasia kekayaan Mob Bongsu. Hingga pada suatu malam mereka melihat seekor ular di rumah Mah Bongsu. Dari kulit ular yang terkelupas yang dibakar ternyata mendatangkan harta karun. Keesokan harinya Mah Piah pun berjalan ke hutan, mencari seekor ular. Tak lama, didapatinya seekor ular berbisa. Ular itu di bawanya pulang dan di lepaskan di kamar anaknya. Pikirnya ular itu pastilah akan mendatangkan harta karun. Tetapi di kemudian haru terbukti yang didapati oleh Mah Piah tak lebih dari pada malapetaka. Siti Mayang meninggal karena dipatuk ular berbisa.
Adapun luka ular milik Mah Bongsu sekarang sudah sembuh. Saat Mah Bongsu menghidangkan makanan dan minuman untuk ularnya, tiba-tiba ular itu berkata, “Malam ini antarkan aku ke sungai.” Mah Bongsu menurut saja. Setibanya di sungai, sang ular kembali berkata, “Mah Bongsu, Aku ingin melamarmu menjadi istriku,” Mah Bongsu sangat heran mendengarnya. Tetapi tanpa menunggu jawaban, ular itu segera menanggalkan kulit seluruhnya dan seketika itu juga menjelma menjadi seorang pemuda yang tampan dan gagah. Sedangkan kulitnya menjadi sebuah rumah yang indah. Berdasarkan cerita ini, tempat itu kemudian diberi nama desa “Tiban.” berasal dari kata ketiban, yang artinya kejatuhan rejeki nomplok. Akhir cerita, Mah Bongsu melangsungkan pernikahan dan hidup bahagia bersama pemuda tampan tersebut dan karena sungai itu dipercaya sebagai tempat bertemu jodoh, maka kemudian sungai itu diberi nama “Sungai Jodoh”.
Source : http://www.artikelsahabat.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar