Bahan bakar Bioenergi?
Indonesia yang semula adalah net-exporter di bidang bahan bakar minyak (BBM) kini telah menjadi net-importer BBM sejak tahun 2000. Hal ini sungguh ironis karena terjadi pada saat harga minyak dunia tidak stabil dan cenderung mengalami peningkatan. Pada periode bulan Januari—Juli 2006 lalu, produksi BBM Indonesia hanya mencapai 1,029 juta barel per hari, sedangkan konsumsi BBM mencapai sekitar 1,3 juta barel per hari sehingga terdapat defisit BBM sebesar 270.000 barel yang harus dipenuhi melalui impor. Dengan harga minyak dunia mencapai USD 70 per barel, untuk memenuhi defisit sebesar 270.000 barel tersebut Indonesia harus menyediakan budget setiap harinya sekitar USD 18.900.000 per hari (sekitar Rp170 miliar per hari). Tingginya harga minyak dunia menyebabkan harga BBM di dalam negeri meningkat.
Pemerintah melakukan subsidi untuk menyesuaikan harga BBM, tetapi subsidi BBM ini mulai dikurangi sejak tahun 2003. Wujud nyata dari pengurangan subsidi ini adalah dinaikkannya harga BBM pada tanggal 1 Oktober 2005. Dengan berkurangnya subsidi, harga BBM menjadi semakin tinggi. Sebagai contoh, harga solar yang sebelumnya hanya Rp2.400/liter telah dinaikkan menjadi Rp4.300/liter. Bahkan di daerah-daerah terpencil, kenaikan harga BBM tersebut lebih parah. Pengolahan minyak bumi yang terpusat menyebabkan masyarakat di daerah mengalami kesulitan mendapatkan pasokan BBM. Jadi, tidak heran jika harga BBM di beberapa daerah terpencil mencapai 2-8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan daerah perkotaan. Daerah Bogor misalnya, harga minyak tanah hanya Rp2.500/liter, sedangkan di Wamena minyak tanah mencapai harga Rp20.000/liter. Mahalnya harga minyak tanah tersebut sangat memberatkan masyarakat di daerah, karena biasanya daerah terpencil merupakan kantong-kantong masyarakat miskin.
Kondisi ini sungguh memprihatinkan, terlebih lagi ketergantungan Indonesia terhadap bahan bakar fosil sangat besar. Hal ini terlihat dari setiap aktivitas masyarakat Indonesia sehari-hari yang tidak terlepas dari pemakaian bahan bakar, seperti untuk memasak, penerangan, transportasi, dan angkutan. Berdasarkan data ESDM (2006), minyak bumi mendominasi 52,5% pemakaian energi di Indonesia, sedangkan penggunaan gas bumi sebesar 19%, batu bara 21,5%, air 3,7%, panas bumi 3%, dan energi terbarukan hanya sekitar 0,2% dari total penggunaan energi. Padahal menurut data ESDM (2006), cadangan minyak bumi Indonesia hanya sekitar 9 miliar barel dan produksi Indonesia hanya sekitar 500 juta barel per tahun. lni artinya jika terus dikonsumsi dan tidak ditemukan cadangan minyak baru atau tidak ditemukan teknologi baru untuk meningkatkan recovery minyak bumi, diperkirakan cadangan minyak bumi Indonesia akan habis dalam waktu dua puluh tiga tahun mendatang.
Sudah saatnya Indonesia mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dengan mengembangkan sumber energi alternatif terbarukan. Pengembangan bioenergi diharapkan dapat mensubstitusi kebutuhan BBM di Indonesia yang pada tahun 2007 diperkirakan mencapai 30,4 juta kiloliter (k1) untuk solar dan 33,34 juta kiloliter (kl) untuk premium.
Source : http://artikelterbaru.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar