Memang ada anak yang disebut-sebut memiliki IQ lebih tinggi dari itu mulai yang ber-IQ 180 hingga lebih dari 190. Namun Jacob Barnett berbeda. Dalam usianya yang masih remaja tanggung ini, Barnett bahkan sudah siap memecahkan teori relativitas Einstein.
Autis
Kedua orangtua Barnett pada awalnya khawatir karena sifat anaknya yang berbeda. Ia pendiam, tak pernah bicara, tak berani menatap mata lawan bicaranya. Setelah memeriksakan anaknya ke dokter, akhirnya diketahui kalau Barnett mengalami sindrom Aspergers, bentuk ringan dari autis. "Saya khawatir dia tak bisa mengatakan ‘I love you' pada kami sebagai orangtuanya," ujar Kristine Barnett, sang ibu.
Setelah didiagnosis seperti itu orangtuanya kemudian melakukan terapi anak autis seperti anak-anak lainnya untuk menolong perkembangannya. Mereka membiarkan anaknya fokus pada apa yang disukainya. Ternyata Barnett menyukai dunia astronomi. Pada usia 3 tahun ia sudah menyukai buku-buku tentang perbintangan itu.
Pada suatu kali saat ia diajak ke planetorium Holcomb Observatory di Butler University, Indiana, AS, seorang pemandu di sana bertanya pada pengunjung, kenapa bulan-bulan yang mengelilingi Mars bentuknya seperti kentang tak ada yang benar-benar bulat.
Jacob lalu berdiri dan bertanya, "Maaf, sebesar apa bulan-bulan yang mengelilingi Mars?" Setelah dijawab pemandu, Jacob menyebutkan bahwa itu karena gaya gravitasinya. Karena gravitasi bulan-bulan itu cukup besar maka gaya gravitasi itu tak bisa menariknya menjadi berbentuk bulat.
Kesehariannya Jacob memang aneh. Di rumahnya ia sering mengambil pensil dan menulisi setiap kertas yang kosong hingga penuh. Kalau tak begitu ia mengambil spidol dan menulis di papan tulis yang sengaja dipasang di rumahnya hingga penuh tulisan. Kaca-kaca jendela rumah juga penuh oleh tulisan-tulisannya yang berupa rumus-rumus yang tak dipahami orangtuanya. Lantai ruang tengah juga sering ia gambari dengan bentuk geometrik yang detail.
Setingkat Doktor
Mengenai tulisan-tulisan yang sering ia buat di kaca jendela dan papan tulis, semula kedua orangtuanya hanya melihatnya sebagai paduan angka dan huruf yang ditulis sembarang. Namun mereka penasaran juga. Akhirnya membawa videonya ke Institute for Advanced Study di dekat Princeton University, satu lembaga pendidikan terkenal di dunia. Seorang ilmuwannya bernama Professor Scott Tremaine kaget melihat teori-teori yang dibuat Jacob. "Saya terkesan. Teori yang dibuat Jacob itu teori yang sulit dipecahkan baik di bidang astrofisika maupuan teori fisika," kata Tremaine. Ia malah menyebutkan, jika seseorang bisa memecahkannya, ia pasti berhak menerima hadiah Nobel.
Seorang psikolog yang menangani Jacob juga memberikan pendapat yang kurang lebih sama. "Minat keilmuan saya berbeda dengan Jacob. Tetapi ia memerlukan instruktur yang lebih tinggi di bidang matematika, ya, semacam di atas tingkat master. Kemampuannya dalam bidang matematika hanya bisa diimbangi oleh mereka yang ada di tingkat doktoral baik di bidang matematika, fisika, astronomi, dan astrofisika," tutur Carl S. Hale, sang psikolog.
Kristine, sang ibu, kaget mendengar penuturan itu. Ia tahu Jacob jenius. Tapi kalau kejeniusannya setingkat doktor, ia tak bisa membayangkannya. Akhirnya Jacob, yang memiliki IQ 170 itu, dimasukkan untuk kuliah di Indiana University-Purdue University Indianapolis (IUPUI) pada saat usianya baru menginjak 12 tahun. Dengan IQ setinggi itu Jacob sudah melebihi IQ Albert Einstein yang sebesar 160. Mungkinkah dia pengganti Einstein dan memecahkan teori relativitas Einstein?
Source : http://m.andriewongso.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar