Dialah Aga. Salah satu seniorku di fakultas kedokteran. Aku memang mahasiswa baru tahun ini. Aga adalah seniorku yang berbeda 1 tahun. Beruntung sekali aku bisa menembus fakultas kedokteran yang memang selama ini aku impikan. Tapi masalah yang baru saja menimpaku seperti telah merenggut semua kebahagiaanku dan keberuntunganku itu.
Tak terasa air mata menetes deras di kedua pipiku. Aku menangis karena aku teringat akan semua kenangan-kenangan yang telah kulalui bersama Aga. Aga yang aku sayangi, Aga yang aku cintai kini telah membuatku patah hati dengan keputusannya untuk mengakhiri hubungan kami yang sudah berjalan hampir 1 tahun ini. Padahal selama ini aku selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik untuknya.
“Tok..tok..tok. Mbak Cit, dipanggil bunda suruh makan”. Pembantu di rumahku mbak Sri telah membuyarkan lamunanku.
“Iya mbak. Sebentar !”aku menjawabnya.
Dengan segera kuseka air mataku yang telah menetes itu agar bunda tidak bertanya-tanya. Namun usaha yang telah aku coba ternyata sia-sia. Mataku membengkak besar. Membentuk garis hitam di bawah mata. Akhirnya tak kuhiraukan apa yang terjadi dengan mataku ini. Toh Bunda sebenarnya juga sudah mengetahui ini semua.
Aku menuruni anak tangga dengan lesu. Bunda yang sedari tadi sudah menunggu di meja makan melihatku seperti merasa prihatin dengan keadaanku hari ini.
“Nduk, makan dulu gitu lo. Jangan nangis ae. Kalo liat kamu gini bunda ya jadi ikut sedih to” kata Bunda ketika aku sudah sampai di tepi meja makan.
“Iya Bun. Ini juga mau makan” kataku pada Bunda seraya mencoba sedikit tersenyum.
Acara makan itu pun selesai. Dan aku sesegera mungkin kembali ke kamar mencoba menenangkan hati. Porsi makanku hari ini berbeda dari hari biasanya. Aku hanya makan 7 sendok saja. Itupun sudah membuat aku kenyang. Bunda hanya menggelengkan kepala melihatku.
Di kamar pikiranku semakin kacau. Kuputuskan saja untuk tidur sejenak. Barangkali setelah bangun tidur pikiranku ini sedikit lebih tenang. Aku pun tertidur pulas hingga tengah malam. Dan saat aku bangun aku seperti orang yang hilang pikiran. Aku hanya menatap langit-langit kamar dan pikiranku masih terbayang dengan Aga. Tak terasa air mataku menetes lagi. Aku tak kuasa untuk menahannya hingga akhirnya pagi pun menjelang.
Bunda membuka pintu kamarku untuk membangunkanku. Aku pun terbangun dan aku tak bisa menyembunyikan lagi apa yang terjadi denganku tadi malam. Mataku benar-benar terlihat membengkak sekali.
“nduk kamu habis nangis lagi ya ?” tanya Bunda.
“hah ? oooh .. mmm..” aku mencoba untuk menutupi semuanya dari Bunda. Aku bingung harus menjawab apa. Aku tidak mau membuat bunda jadi terus kepikiran karenaku.
“wes to nduuuk. Nggak usah bohongin Bunda. Bunda tau kok kalo kamu semaleman pasti nangis. Tuh keliatan kantung matanya.” kata Bunda.
“Ih… Bunda sok tau ah. Hehehe”
“Sama orangtua nggak boleh bohong. Hayo kemarin pasti kamu nangis lagi ya ? Jujur aja. Hehehe”. Bunda tetap saja yakin jika aku nangis lagi semalaman. Walaupun aku mencoba untuk menutupi tapi tetap saja tidak bisa. Aku pun akhirnya mengakui.
“iya nih Bun.” Aku berkata sambil mengucek-ngucek mataku.
“Naah kan. Bunda nggak bisa dibohongin. Dikira bunda nggak pernah apa ngerasain kayak kamu ?! Bunda juga pernah muda kali cit ! Hehehe. Oh iya cit, nanti mau ikut Bunda nggak ?”
“Kemana bun ??”
“Yaaa… pokoknya ntar ikut bunda aja deh. Kamu pasti bakalan ngerasain hal yang beda dari sekarang. Hehehe.”
“Aduuuh.. Mau kemana sih Bun ?? Bikin penasaran aja deh. Uh !”
“Yaa liat aja ntar cit. Yaudah kamu mau apa nggak ikut Bunda ?”
“Mmm… Gimana ya Bun ?! Yaudah deh ikut aja. Daripada mati penasaran anakmu ini. Hahaha”
“Huuss ! Nggak boleh ngomong gitu nduk.”
“Eh iya Bun. Hehehe”
“Yaudah cepetan siap-siap. Lebih cepat lebih baik. Kayak katanya pak Jusuf Kalla. Hehehe”. Bunda sedikit memberikan lelucon kepadaku. Mungkin biar aku sedikit bisa melupakan masalah ini kali ya.
“Oke bunda sayaaaang !”
***
“Bun, sebenarnya ini mau kemana sih ?! Daritadi Cuma muter-muter doank. Keburu penasaran niih !”
“Sabar dikit kenapa sih nak. Bentar lagi juga mau nyampe kok.”
Aku sedikit sebal sama Bunda. Hampir satu jam lamanya kami berada di mobil dan kami masih saja belum sampai di tempat yang dimaksud Bunda itu.
Aku hanya terdiam melihat jalanan lewat kaca jendela. Ketika aku melihat jalanan aku jadi teringat akan sesuatu. Astaga ! Ini kan jalan yang pernah aku lewatin sama Aga ketika pertama kali kita ngedate.
“Nggak ! aku nggak boleh nangis. Pokoknya nggak boleh nangis ! Malu dong sama bunda” pikirku sambil melirik Bunda yang sedang konsentrasi menyetir mobil.
Semakin jauh perjalanan itu, semakin aku teringat dengan semua kenanganku dan Aga. Aku tidak bisa menahan pedasnya mataku ini. Dan akhirnya aku pun menangis lagi.
“Loh cit.. Kok jadi nangis ??. Sabar donk sayang. Nanti juga nyampe. Tenang aja”
“Bukan gara-gara kelamaan Bun !”
“Terus gara-gara apa ?? Cerita donk !”
Aku cuma menggeleng-gelengan kepala mengisyaratkan bahwa aku tidak mau untuk bercerita.
“Tuh kaan ! Sama bunda sendiri kok nggak mau cerita sih ?!!”
Aku masih saja menggeleng-gelengkan kepala. Dan sepertinya Bunda sudah capek bertanya padaku. Akhirnya bunda diam membiarkanku menangis sendiri di sampingnya.
Kacaunya pikiranku ditambah sepinya dalam mobil membuatku akhirnya tertidur sebentar. Bunda tetap saja membiarkanku terlelap dalam tangis. Dan ketika aku terbangun aku sudah dihadapkan pada sebuah tempat. Tempat yang sunguh indah dan tenang sekali. Terlihat jelas dihadapanku di hadapanku sawah yang terlihat hijau kekuning-kuningan menandakan sawah tersebut siap untuk dipanen, terlebih lagi di ujung sana terlihat bukit-bukit yang penuh dengan pepohonan hijau ditambah banyak sekali gubuk-gubuk di tengah sawah dan sungai kecil yang mengalir dengan tenang. Aku pun yang berada di dalam mobil langsung bergegas keluar untuk merasakan indahnya tempat itu. Aku sendiri masih belum tahu ini sebenarnya tempat apa. Saat aku sudah berada di luar mobil aku masih melihat bunda duduk di kursi sopir dan tersenyum kepadaku. Tak lama kemudian Bunda keluar juga dari mobilnya dan menghampiriku.
“Gimana tempatnya ? Bagus ?”
“Iya Bun. Bagus. Baguuus banget. Tempatnya tenang. Aku suka Bun tempat ini.”
Bunda kembali tersenyum padaku dan menarik tanganku.
“Mau kemana lagi Bun ?”
“Udaah.. nurut aja sama Bunda”
Akhirnya kuikuti kemana perginya Bunda. Aku tak ingin terlalu lama untuk mengetahui apa yang sebenarnya ingin Bunda tunjukkan padaku sedari tadi.
Sekian lama berjalan melewati hamparan sawah nan hijau kekuning-kuningan itu Bunda akhirnya berhenti di depan sebuah gubuk kecil berbentuk segiempat dimana kita bisa melihat ke segala arah areal sawah itu. Bunda duduk di gubuk itu sambil menikmati pemandangan.
“Bun, ini namanya tempat apa sih ? Kok aku baru tau ada tempat seindah dan setenang ini ya”
Bunda hanya tersenyum sambil masih melihat hamparan sawah di depannya.
“Loh kok cuma senyum sih Bun. Ini namanya apa sih ? Tuh kan ! Selalu bikin penasaran.”
Bunda masih saja tersenyum.
“Bun daritadi senyam senyum mulu ah. Ditanyain anaknya ini tempat apa juga.”
Akhirnya Bunda pun berkata
“Ini namanya di bawah kolong langit”.
“hah ? Maksudnya Bun ? Aku nggak ngerti deh.”
Bunda tersenyum lagi.
“Bunda mau cerita sama kamu Cit.”
“Cerita apa ?”
“Kamu tahu kenapa Bunda ngajak kamu ke tempat ini ? Kamu tahu kenapa tadi kita cuma muter-muter di jalan sampe akhirnya kamu protes ke Bunda ?”
“Enggak Bun. Emangnya kenapa ?”
“Disaat umurmu yang sudah bertambah dewasa ini Bunda pengen kasi tau kamu 1 hal tentang hidup cit. Hidup itu penuh dengan suka dan duka. Dan kamu mungkin saat ini sedang merasakan duka di hidup ini. Masalah cinta. Itu wajar kok. Bunda juga pernah mengalami seperti itu. Tapi yang Bunda sedikit merasa kepikiran adalah ketika kamu terus-terusan larut dalam kenangan. Bunda tahu perasaan itu. Memang sulit untuk kita melupakan semua kenangan-kenangan indah itu. Mungkin sekarang kamu bertanya-tanya mengapa Aga tega nyakitin perasaanmu padahal kamu udah berusaha menjadi yang terbaik untuknya. Kamu tahu nggak kunci dalam hidup ini adalah sabar dan ikhlas. Kalo pengen sabar dan ikhlas jangan pernah menghitung seberapa besar yang sudah dikorbankan.”
Aku hanya bisa terdiam dengan kata-kata Bunda. Tapi Bunda mungkin sudah tahu apa yang ada dalam pikiranku hingga dia membiarkan aku sejenak untuk memikirkan kata-kata itu.
“Dan satu hal yang perlu kamu tahu, hidupmu bukan cuma sampai sini aja. Masih panjang nak jalan hidupmu. Kalo mau nangis, nangis aja nggak apa-apa. Nggak usah ditahan. Tumpahin semuanya sekarang.”
Ternyata memang benar. Aku pun akhirnya menumpahkan semua air mataku saat itu juga di bawah kolong langit. Aku benar-benar telah dibuka pikiranku oleh Bunda. Aku baru menyadari kalo terus-terusan nangis nggak akan nyelesaiin masalah. Justru akan membuatku selalu teringat-ingat tentang Aga.
***
Hari pun tak terasa sudah semakin sore. Aku dan Bunda akhirnya memutuskan untuk kembali lagi ke rumah. Keceriaan sudah mulai nampak padaku. Yaaa.. walopun belum semuanya. Tapi itu sudah cukup membuat Bunda senang melihat perubahanku ini.
Di dalam mobil aku berfikir. Aku nggak nyesel kok pernah ketemu Aga. Aku juga nggak nyesel pernah jadi bagian dari Aga. Justru dengan ini aku telah mendapatkan 1 pelajaran hidup untuk kedepan yaitu menjadi orang sabar dan ikhlas seperti kata Bunda itu.
THE END :)
Source : http://anekaremaja.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar